Minggu, 28 September 2025

Ibu, Pendidik, dan Pembina Pramuka: Perjuangan Ifa Ratnasari Meraih Gelar S2 Beasiswa UAC di Tengah Kesibukan

  


             Perjuangan seorang perempuan dalam meraih pendidikan tinggi sering kali menjadi kisah inspiratif, terlebih ketika ia harus memainkan banyak peran dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dalam perjalanan Ifa Ratnasari, seorang ibu, pendidik, sekaligus pembina pramuka, yang berhasil menyelesaikan studi S2 di Universitas Abdurrahman C (UAC) dengan program beasiswa rekomendasi selama dua tahun. Di tengah padatnya kesibukan sebagai istri, putri yang berbakti kepada orang tua, serta kakak pembina pramuka di sekolah, ia tetap konsisten menjalani proses akademik hingga meraih gelar pascasarjana.

    Perjalanan ini mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan juga bentuk pengabdian. Ifa Ratnasari menunjukkan bahwa kesibukan tidak menjadi penghalang untuk terus menuntut ilmu. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

    Ayat ini seakan menjadi dorongan spiritual yang menguatkan langkahnya. Bahwa menuntut ilmu merupakan ibadah, dan dengan ilmu seseorang dapat memberi manfaat lebih luas kepada keluarga, siswa, maupun masyarakat.

    Dari sudut pandang teori pendidikan, perjuangan Ifa selaras dengan gagasan Abraham Maslow tentang hierarki kebutuhan manusia. Pendidikan tinggi menjadi bagian dari aktualisasi diri, yakni puncak kebutuhan manusia untuk mewujudkan potensi terbaik dalam dirinya. Meski kesibukan sebagai ibu dan pendidik menyita banyak waktu, Ifa mampu menyeimbangkan semuanya karena ia memandang pendidikan sebagai jalan pengabdian, bukan sekadar gelar.

    Dalam kesehariannya, peran ganda dijalani dengan penuh tanggung jawab. Di sekolah, ia mendidik siswa dengan pendekatan humanis dan menginspirasi melalui perannya sebagai guru. Di lingkungan keluarga, ia tetap hadir sebagai ibu yang penuh kasih dan istri yang mendukung suami. Sementara dalam gerakan pramuka, ia menjadi pembina yang menanamkan nilai kedisiplinan, kemandirian, dan kepemimpinan pada generasi muda. Inilah gambaran nyata konsep “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” dari Ki Hajar Dewantara—bahwa seorang pendidik harus memberi teladan, menggerakkan semangat, dan memberi dorongan dari belakang.

    Tentu, perjalanan ini tidak lepas dari tantangan. Ada masa ketika tuntutan kuliah bertabrakan dengan tanggung jawab rumah tangga, atau ketika kegiatan pramuka harus diimbangi dengan penelitian tesis. Namun dengan manajemen waktu yang baik serta dukungan keluarga, ia berhasil menyelesaikan semua tugas tepat waktu. Prinsip “Man jadda wajada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil) menjadi pegangan dalam melewati setiap ujian.

    Kisah Ifa Ratnasari memberikan inspirasi bahwa menjadi ibu, pendidik, dan pembina pramuka tidak menghalangi seseorang untuk meraih pendidikan tinggi. Justru peran-peran itulah yang memberi warna, makna, dan motivasi dalam proses akademiknya. Ia membuktikan bahwa ilmu, iman, dan pengabdian dapat berjalan seiring, menghasilkan pribadi yang utuh dan siap mengabdi untuk umat.

    
Dengan demikian, perjuangan Ifa Ratnasari bukan hanya tentang menyelesaikan S2, melainkan juga tentang membangun narasi bahwa pendidikan adalah jembatan untuk melahirkan pemimpin, penggerak, dan inspirasi bagi generasi penerus bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merelakan Weekend demi Ilmu: Kisah Ifa Ratnasari Menyelesaikan S2 dengan Beasiswa Berkat Dukungan Suami dan Dua Putri Tercinta

          Perjalanan pendidikan bukanlah sekadar mengejar gelar, melainkan sebuah perjuangan yang sarat makna. Kisah Ifa Ratnasari dalam me...