Rabu, 04 Juni 2025

Dari Sekadar Tahu Deep Learning ke Makna yang Mendalam

Oleh : Ifa Ratnasari, S.Sos.I,S.E

Dalam dunia pendidikan, proses belajar seringkali hanya dipahami sebagai kegiatan menghafal informasi. Padahal, hakikat belajar yang sejati bukan sekadar mengingat, tetapi memahami dan mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan nyata. Di sinilah konsep deep learning atau pembelajaran mendalam menjadi sangat penting.

Deep learning dalam konteks pendidikan bukanlah teknologi kecerdasan buatan, melainkan pendekatan belajar yang menekankan pada pemahaman konseptual, keterkaitan antaride, dan penerapan pengetahuan secara reflektif. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Marton dan Säljö (1976), yang membedakan antara surface learning (pembelajaran permukaan) dan deep learning (pembelajaran mendalam). Pembelajaran permukaan hanya fokus pada menghafal fakta untuk lulus ujian, sedangkan pembelajaran mendalam mendorong siswa memahami makna, mencari hubungan, dan berpikir kritis.

Menurut Biggs dan Tang (2011), pembelajaran mendalam muncul ketika siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar, memiliki motivasi intrinsik, dan mampu mengaitkan materi dengan pengalaman pribadi. Ini berarti pembelajaran bukan lagi tentang “apa yang harus saya hafal?”, melainkan “apa makna ini bagi saya dan bagaimana saya bisa menggunakannya?”

Implementasi deep learning dalam kelas bisa dimulai dengan mendorong pertanyaan terbuka, diskusi kelompok, studi kasus, dan proyek berbasis masalah (problem-based learning). Pendekatan ini membuat siswa tidak hanya tahu suatu konsep, tetapi juga memahami cara kerjanya, mengapa itu penting, dan bagaimana mengaplikasikannya.

Penelitian dari Entwistle & Ramsden (1983) menunjukkan bahwa siswa yang mengalami deep learning lebih mampu bertahan dalam menghadapi tantangan akademik dan lebih cenderung menjadi pembelajar sepanjang hayat. Mereka tidak mudah puas dengan jawaban instan, tetapi terus menggali, merenung, dan mencari makna.

Dalam Kurikulum Merdeka yang sedang diterapkan di Indonesia, deep learning sangat relevan dengan Profil Pelajar Pancasila yang menekankan pemikiran kritis, kemandirian, dan kreatifitas. Guru didorong untuk menjadi fasilitator pembelajaran yang membantu siswa menemukan makna, bukan sekadar menyampaikan materi.

Penerapan deep learning bukan tanpa tantangan. Sistem pendidikan yang masih menekankan pada ujian standar dan capaian angka dapat menghambat proses belajar yang bermakna. Namun, jika guru berani mengubah pendekatan—misalnya dengan memberi ruang refleksi, mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata, dan menghargai proses berpikir—maka pembelajaran mendalam akan tumbuh secara alami.

Kesimpulannya, deep learning membawa siswa dari sekadar tahu menuju pemahaman yang utuh dan bermakna. Pendidikan yang menanamkan makna bukan hanya mencetak siswa yang pandai, tetapi juga yang bijak, reflektif, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Dengan deep learning, kita tidak hanya menciptakan generasi cerdas, tetapi juga generasi yang memahami dan mengerti dunia dengan lebih dalam.

Referensi:

·                Marton, F., & Säljö, R. (1976). On qualitative differences in learning: I—Outcome and process. British Journal of Educational Psychology, 46(1), 4–11.

·                Biggs, J., & Tang, C. (2011). Teaching for Quality Learning at University (4th ed.). McGraw-Hill Education.

·                Entwistle, N., & Ramsden, P. (1983). Understanding Student Learning. Croom Helm.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru Bukan Beban Negara, Melainkan Penopang Masa Depan Bangsa

                                    Beberapa waktu terakhir, opini tentang guru yang dianggap sebagai “beban negara” mencuat ke permukaan. S...