Kamis, 23 Mei 2013

Sistem Perbankan Syariah



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya  menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Sedang lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau keduanya.[1]

Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :   Menghimpun dana
    Menyalurkan dana
    Memberikan jasa lainnya

Dalam perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak beroperasi dengan  mengandalkan pada bunga.
Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.[2]
Menurut Syafi’I Antonio dan Karnaen Perwataatmadja, membedakan antara bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam[3]yaitu:
Bank syariah adalah : Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadits Bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.


[1] Kasmir,Manajemen Perbankan,Rajawali Pers,Jakarta,2002,hal 11
[2] Muhammad,Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah,PSEI STIS,Yogyakarta,2001
[3] Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,PT Dana Bhakti Wakaf,Yogyakarta,1997,hal
BAB II
PEMBAHASAN


A. Titipan atau Simpanan (al-Wadi’ah)

Al-Wadi’ah adalah titipan atau simpanan, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Akad wadi’ah terbagi 2 yaitu : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah.

A.1. Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah)
Pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan harta yang dititipkan akan tetapi dapat membebankan biaya kepada pihak yang menitip sebagai biaya penitipan. Dan dalam wadi’ah yad al-amanah penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada harta titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan akan tetapi disebabkan karena faktor-faktor yang berada di luar batas kemampuan pihak yang menerima titipan. Bentuk dari akad ini di perbankan adalah kotak simpanan (safe deposit box).



A.2. Wadi’ah yad ad-dhamanah (tangan penanggung)
Penerima titipan dapat mempergunakan harta tersebut dalam aktivitas perekonomian tertentu dengan izin dari pemberi titipan dengan syarat ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh dan ia bertanggungjawab atas segala kehilangan / kerusakan yang terjadi pada harta tersebut. Dalam akad ini, semua keuntungan adalah hak penerima titipan dan semua kerugian adalah tanggungjawabnya pula.
Dalam perbankan, wadi’ah diwujudkan dalam bentuk giro atau tabungan. Sebagai imbalan, orang yang menitipkan hartanya mendapatkan jaminan keamanan terhadap hartanya dan dalam perbankan ia juga dapat menikmati fasilitas lainnya dari bank yang bersangkutan. Dan juga bank sebagai pemanfaat harta tidak dilarang untuk memberikan bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan tidak ditetapkan nominal maupun persentasenya, tetapi benar-benar merupakan kebijakan dari pihak bank.

B. Bagi Hasil
B.1. Al-Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al–ikhtilath (pencampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah adalah akad persekutuan dalam hal modal, keuntungan dan tasharruf (pengelolaan). Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-Musyarakah dikenal juga dengan istilah Partnership, Project Financing Participation
Prinsip dan syarat syirkah :
1. Masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas nama perserikatan dengan izin pihak lain. Segala akibat dari tindakan tersebut, baik hasil maupun resikonya ditanggung bersama.
2. Sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas persentase dan periodenya.
3. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama.
Sedangkan persyaratan untuk modal yaitu :
- Harus diserahkan dan berbentuk tunai, tidak boleh berupa piutang atau jaminan.
- Harus berupa alat tukar seperti dinar, dirham, dan mata uang lainnya. Tidak boleh berupa barang dagangan atau komoditas.

B.2. Al-Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Secara istilah Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan.
Persyaratan mudharabah :
1. Masing-masing pihak memenuhi persyaratan mukallaf (cakap).
2. Modal harus jelas jumlahnya, berupa alat tukar, tidak berupa barang dagangan dan harus tunai, dan diserahkan seluruhnya kepada pihak pengusaha.
3. Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan menjadi milik bersama.
4. Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal. Pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar kebijakan pengelolaan modal.
5. Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pengelola samasekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerjaannya.
Sedangkan mudharabah sendiri terbagi menjadi dua macam berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana yaitu :
1. Mudharabah Mutlaqah
Dikenal dengan istilah URIA (Unrestricted Investment Account). Dalam mudharabah mutlaqah tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank mengenai industri ataupun nasabah tertentu yang ingin dibiayai. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Dari akad jenis dikembangkan produk tabungan dan deposito.
2. Mudharabah Muqayyadah
Ada dua jenis mudharabah muqayyadah yaitu :
a) Yang dikenal dengan RIA (Unrestricted Investment Account). Mudharabah jenis ini merupakan dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank misalnya disyaratkan digunakan untuk syarat tertentu atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu (mudharabah muqayyadah on balance sheet).
b) Yang dikenal dengan mudharabah muqayyadah of balance sheet, mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pemilik usaha.

B.3. Al-Muzara’ah

Secara bahasa berarti melemparkan tanaman dan makna hakikinya adalah modal. Sedangkan secara istilah Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen
Syarat-syarat Muzara’ah :
1. Kedua orang yang berakad harus berakal.
2. Ditentukan macam tanaman apa saja yang akan ditanam.
3. Perolehan hasil ditentukan persentasenya ketika akad dan pembagiannya diambil dari satu jenis barang yang sama.
4. Tanah harus tanah yang dapat ditanami dan diketahui batas-batasnya.
5. Waktunya ditentukan sebanyak waktu yang memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud
6. Alat-alat yang digunakan dibebankan kepada pemilik tanah.

B.4. Al-Musaqah

Musaqah diambil dari kata al-saqa yaitu seseorang mengurus pohon anggur supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu sebagai imbalan. Secara istilah musaqah adalah akad untuk pemeliharaan pohon, tanaman, dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Jadi disimpulkan bahwa musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen
Menurut Hanabilah al-Musaqah mencakup dua masalah yaitu :
1. Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami seperti pohon anggur, kurma, dan yang lainnya, baginya ada buah yang dimakan sebagai bagian tertentu dari buah pohon tersebut, seperti sepertiganya atau setengahnya.
2. Seseorang menyerahkan tanah dan pohon yang belum ditanam, maksudnya supaya pohon tersebut ditanam pada tanahnya.

C. Jual Beli

C.1. Bai’ al-Murabahah

Adalah suatu penjualan barang seharga tersebut ditambah keuntungan yang disepakati dengan kata lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Keempat mazhab membolehkan Pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Dan tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna.


C.2. Bai’ as-Salam dan Bai’ al-Istishna’

Bai’ as-salam ialah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka dengan kata lain, as-salam adalah akad atas suatu barang dengan kriteria tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan pada majlis akad.
Bai’ al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.
Pada prinsipnya, akad al-istishna’ menyerupai akad as-salam dimana keduanya tergolong bai’ al-ma’dum, yaitu jual-beli barang yang belum wujud. Namun antara keduanya terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut :
1. Obyek as-salam bersifat al-dain (tanggungan) sedangkan obyek istishna’ bersifat al-’ain (benda).
2. Menurut Hanafiyah, dalam akad salam dibatasi dengan waktu yang pasti, persyaratan ini tidak berlaku pada akad istishna’.
3. Menurut Hanafiyah, akad salam bersifat luzum (mengikat kedua pihak), sedang akad istishna’ tidak bersifat luzum. Sedangkan menurut jumhur akad salam dan istishna’ sama-sama bersifat luzum.
4. Menurut Hanafiyah harga pokok dalam akad salam harus dibayarkan secara kontan dalam majelis akad, dan hal ini tidak diharuskan dalam akad istishna’ sedangkan menurut jumhur ulama harga pada kedua akad tersebut harus dibayar tunai ketika akad berlangsung.
Para imam dan tokoh-tokoh mazhab sepakat terhadap enam persyaratan akad salam berikut :
1. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas jenisnya.
2. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas sifat-sifatnya.
3. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas ukurannya.
4. Harus dinyatakan secara jelas batas waktunya.
5. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas harganya.
6. Tempat penyerahan harus dinyatakan secara jelas.

Sedangkan akad al-Istishna’ dibolehkan dengan syarat:
1. Obyek akad (produk yang dipesan) harus dinyatakan secara rinci jenis, ukuran, dan sifatnya.
2. Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat lazim memesannya.
3. Waktu pengadaan produk tidak di batasi. Jika dibatasi dengan waktu tenggang tertentu ia menjadi akad salam.

D. Sewa
D.1. Al-Ijarah
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah obyek transaksinya adalah barang maupun jasa.
Ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa, jasa atau imbalan. Secara istilah, ijarah dapat didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional), ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Tidak semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini :
1. Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas.
2. Obyek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.
3. Obyek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara’.
4. Obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.
5. Harta benda yang menjadi obyek ijarah harus harta benda yang bersifat isti’maliy yaitu harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya.
Adapun ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja, harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai persyaratan sebagai berikut :
1. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan.
2. Pekerjaan yang menjadi obyek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak pekerja sebelum berlangsung akad ijarah.

D.2. Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik

Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik merupakan perpaduan antara sewa menyewa dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Secara bahasa berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan. Adapun pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut :
1.                     Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhi.
2.                     masa sewa pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga barang dan margin laba. Sehingga penyewa harus membeli barang itu diakhir periode.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar sehingga akumulasi sewa diakhir periode sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba. Dengan demikian barang tersebut dapat dihibahkan kepada penyewa.


E. Jasa (Fee-based Service)

E.1. Al-Wakalah (Deputyship)

Berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat sedangkan secara istilah dapat didefinisikan sebagai pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
Status wakalah sempat diperdebatkan dalam perkembangan fiqih Islam apakah termasuk kategori niabah atau wilayah :
1. Niabah adalah mewakili menurut pendapat ini wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakkil (orang yang diwakili).
2. Wali atau wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik, sebagaimana dalam hal jual beli pembayaran secara tunai adalah lebih baik, walaupun pembayaran secara kredit diperbolehkan.

E.2. Al-Hawalah (Transfer service)

Yaitu pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam kata lain yaitu pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ’alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang). Secara sederhana, dapat dijelaskan sebagai berikut : Si A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil) sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal ’alaih). Ketika B tidak mampu membayar hutangnya pada A, B lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayarkan hutang B kepada A, sedangkan hutang C sebelumnya pada B dianggap selesai.


E.3. Ar-Rahn (Mortgage)

Adalah menahan salah satu hak milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Setiap benda yang dapat diperjualbelikan sah pula dijadikan sebagai jaminan utang (marhun). Sedangkan akad rahn itu sendiri harus disertai penyerahan barang jaminan. Syafi’iyah dan Hanabilah juga mempertegas bahwa marhun harus berupa a’in (benda), tidak sah menjaminkan manfaat suatu benda. Harta benda yang digadaikan tidak tertutup dari orang yang menggadaikannya (rahin), ia berhak mendapatkan keuntungan dan kerugian dari benda tersebut. Dan biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab pemilik barang juga. Sedangkan pemanfaatan marhun oleh rahin ataupun murtahin harus dengan izin masing-masing pihak lawan. Oleh karena itu, menjaminkan barang yang tidak mengandung resiko dan biaya perawatan dan tidak menimbulkan manfaat agaknya lebih baik untuk menghindari perselisihan diantara kedua pihak.
Di bank, aplikasi rahn ada dua macam :
- Sebagai produk pelengkap : yaitu sebagai akad tambahan (jaminan) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-murabahah.
- Sebagai produk tersendiri : sebagai alternatif dari pegadaian konvensional yang mengenakan bunga, sedangkan biaya rahn ditetapkan di muka.

E.4. Al-Qardh

Adalah pemberian harta pada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Qardh dikategorikan kedalam akad saling membantu (tathawwu’i) dan bukan merupakan transaksi komersial (tijarah). Sehingga di dalam al-qardh samasekali tidak diperbolehkan untuk mengambil kelebihan apapun. Kecuali dari pihak peminjam mengembalikan dengan kelebihan dengan tanpa dipersyaratkan sebelumnya.

E.5. Al-Kafalah (Guaranty)

Adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (ditanggung), dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Jenis–jenis Kafalah :
1. Kafalah bin-nafs adalah akad memberi jaminan atas diri (personal guarantee). Sebagai contoh dalam praktek perbankan adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yag dibiayai mengalami kesulitan
2. Kafalah bil-maal ialah jaminan pembiayaan barang atau pelunasan hutang.
3. Kafalah bit-taslim yaitu kafalah yang biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa pada waktu masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito atau tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4. Kafalah al-munjazah yaitu jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan kepentingan atau tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalm bentuk performance bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan sudah sesuai dengan bentuk akad ini.
5. Kafalah mu’allaqah yaitu bentuk jaminan yang merupakan penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah, baik oleh industri perbankan atau asuransi.
Bentuk produk kafalah di perbankan adalah garansi bank yang dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

F. Produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia.

Berikut ini kami tampilkan daftar produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia yaitu berdasarkan data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPBS BI) berikut dasar akad / skema keuangan yang dipergunakan.

NAMA PRODUK : SKEMA KEUANGAN
Funding / Pendanaan
Giro iB
- Giro USD iB : Wadi'ah (titipan)
- Giro IDR iB : Wadi'ah (titipan)
Tabungan iB
- Tabungan iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan haji iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan emas iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan pendidikan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan perencanaan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan arisan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan umrah iB : Mudharabah (penyertaan modal)
Deposito iB
- Deposito IDR iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Deposito USD iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Deposito special investment : Mudharabah muqayyadah (penyertaan modal untuk proyek tertentu sesuai keinginan nasabah / investor)
Jasa iB (Service)
- Jasa kirim uang antar negara iB : Ijarah (sewa)
- Jasa bank garansi iB : Kafalah (penjaminan)
- Jasa SKBDN iB : Kafalah (penjaminan) dan wakalah (perwakilan)
- Jasa syariah card : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), dan wakalah (perwakilan)
- Jasa deposit box emas iB : Ijarah (sewa)
- Jasa pengalihan hutang iB : Qardh (pinjaman uang) dan bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Jasa penukaran uang iB : penukaran dua mata uang yang berbeda
- Jasa kirim uang iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa kiriman uang valas iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa bancassurance iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya)
- Jasa L/C (letter of credit) ekspor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya), bai' (jual beli), dan kafalah (penjaminan)
- Jasa L/C (letter of credit) impor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya) dan kafalah (penjaminan)
- Gadai emas iB : Qardh (pinjaman uang) dan ijarah (sewa)
- Investasi emas iB : Wakalah (perwakilan)
Financing / Pembiayaan
Pembiayaan konsumtif (Konsumer) iB
- Pembiayaan multijasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan, kesehatan : Ijarah (sewa)
- Pembiayaan pemilikan rumah iB (KPR iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau bai' al istishna’ (jual beli dengan pesanan) atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing) atau ijarah (sewa)
- Pembiayaan kavling siap bangun iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Pembiayaan renovasi rumah : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau bai' al-istishna’ (jual beli dengan pesanan)
- Pembiayaan konsumtif iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Kartu kredit iB : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), ijarah (sewa), dan wakalah (perwakilan)
Pembiayaan modal kerja dan korporasi iB
- Pembiayaan dana berputar iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan menengah dan korporasi iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan mikro dan kecil : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan rekening Koran iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan sindikasi iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan modal kerja iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan channeling iB : Fleksibel : mudharabah (penyertaan modal) untuk proyek tertentu sesuai keinginan nasabah atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan executing iB : Mudharabah (penyertaan modal) untuk proyek tertentu
- Pembiayaan sewa equipment iB : Ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan ke sektor pertanian iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual beli dengan pesanan) secara paralel
- Pembiayaan pembangunan perumahan iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual beli dengan pesanan) secara paralel
Lain-lain iB
- Pembiayaan dana talangan iB : Qardh (pinjaman uang)

G. Kesimpulan

Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam produk-produk perbankan syariah adalah :
1. Titipan atau simpanan berasal dari akad al-wadi’ah (titipan).
2. Bagi hasil dengan akad : al-musyarakah (kemitraan), al-mudharabah (penyertaan modal), al-muzara’ah dan al-musaqah (pembiayaan ke sektor pertanian).
3. Jual beli dengan akad : bai’ al-murabahah (jual beli dengan margin), bai’ as-salam dan bai’ al-istishna’ (jual beli dengan pesanan).
4. Sewa dengan akad : al-ijarah (sewa), al-ijarah muntahiya bit-tamlik (sewa yang diakhiri dengan kepemilikan).
5. Jasa dengan akad : al-wakalah (perwakilan), al-hawalah (pengalihan hutang atau layanan transfer), ar-rahn (gadai), al-qardh (pinjaman), al-kafalah (penjaminan).


Daftar Pustaka

1) Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001.
2) Jurnal Islamic Banking News : Edisi Khusus Festival Ekonomi Syariah 2009. Jakarta : Penerbit majalah InfoBank. 2009.
3) Karim, Adiwarman A, Ir. SE. MBA. MAEP., Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi Ketiga). Jakarta : PT RajaGrafindo. 2004.
4) Mas’adi, Ghufron A., Drs. M.Ag., Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2002.
5) Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si., Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar