BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sosial
kita tidak akan lepas dari dari ketiga unsur ini, yaitu tentang tamu, tetangga
dan mengasihi para dhuafa. Maka dengan tiga masalah ini, kami sedikit
menguraikan bagaimana cara kita untuk mengabdikan diri kepada sang Khalik
dengan cara, menghormati, mengasihi, menyayangi, mengutamakan mereka, agar
supaya pengabdian ini benar-benar diterima di sisiNya. Karena dalam suatu
hadist di sebutkan “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari), “Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka hendaknya tidak menyakiti tetangganya” Dalam hadist lagi
diterangkan, Seorang bertanya kepada Nabi Saw, “Islam yang bagaimana yang
baik?” Nabi Saw menjawab, “Membagi makanan (kepada fakir-miskin) dan memberi
salam kepada yang dia kenal dan yang tidak dikenalnya.” (HR. Bukhari), dan lagi
Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling cinta kasih dan belas
kasih seperti satu tubuh. Apabila kepala mengeluh (pusing) maka seluruh tubuh
tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim). Dengan latar belakang tersebut kami
disini menyuguhkan tentang bagaimana cara menggapai ketiga masalah tersebut,
sehingga atas dorongan Dosen terwujudlah apa yang ada di tangan anda ini,
semoga ada manfaat dan gunanya.
A.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
matan dan terjemahan dari hadis yang terdapat pada kitab dalillul falikhin?
2. Sebutkan
3-5 mufrodat dan jelaskan?
3. Jelaskan
secara singkat
a. Bil
riwayah (Naqli)?
b. Bil
ru’yah (Akal)?
Matan dan terjemah:
a.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau
hendaklah berdiam saja."
b.
Dari Abu Syuraih al-Khuza'i r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat
baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah berdiam
saja."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz
seperti di atas ini dan Imam Bukhari meriwayatkan sebagiannya.
1.
3-5 Mufrodat dari hadist diatas adalah:
a.
Yukminu (Mukmin)
Mukmin/Mu'min (bahasa Arab: مؤمن) adalah istilah Islam
dalam bahasa Arab yang sering disebut dalam Al-Qur'an, berarti "orang
beriman", dan merupakan seorang Muslim yang dapat memenuhi seluruh
kehendak Allah, dan memiliki iman kuat dalam hatinya. Selain itu, ada pendapat
lain yang menyatakan bahwa mu'min tidak serta-merta berarti "orang
beriman" namun orang yang menyerahkan dirinya agar diatur dengan Din
Islam. Selain itu, mu'min juga dapat dikatakan orang yang memberikan keamanan
atas Muslim.
Dalam Al-Qur'an dijelaskan:
“Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi katakanlah kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (Surah Al-Hujurat [49]:14) ”
Ayat
ini memnjelaskan perbedaan antara seorang Muslim dan orang beriman.
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Surah An-Nisa'
[4]:136) ”
Ayat ini mengacu pada orang yang beriman, yang diperintah untuk
tetap beriman, dan menjelaskan banyaknya syarat-syarat beriman.
Perbedaan antara orang beriman dan orang yang tunduk adalah salah
satu poin penting dalam munculnya ajaran tasawuf yang menitik beratkan pada
keimanan yang bersifat bathin (qalbu). Tasawuf sendiri adalah ilmu dan tatacara
(practice) untuk mencapai maqam yakin tersebut, selain maqam para pecinta
ALLAH. Mereka mengetahui rahasia-rahasia hati dan paham mengenai teori dasar
psikoanalis yakni alam sadar dan alam bawah sadar (hati). "Sesungguhnya
hati hanya bisa ditundukkan dengan keyakinan" (Al-Ghazali/Ihya Ulumuddin)
Pemahaman akan perbedaan antara orang yang tunduk dan orang yang
beriman dalam qalbu (hati) dapat semakin dimengerti dengan mempelajari teori
psikoanalisis, bahwa manusia itu memiliki dua komponen penting dalam dirinya,
yakni alam sadar dan alam bawah sadar. Alam bawah sadar
(subconsciousness)adalah tempat munculnya hasrat (hawa nafsu) dan emosi. Dalam
psikoanalisis, keyakinan terdalam itu terletak pada alam bawah sadar dan
keyakinan inilah yang akan menggerakkan hasrat kita. Sebagai contoh jika
keyakinan dalam alam bawah sadar mengatakan bahwa "harta adalah parameter
kemuliaan" maka hasrat kita akan berusaha mencari harta, namun keyakinan
pada alam bawah sadar mengatakan bahwa "ALLAH adalah parameter
kemuliaan", maka otomatis hasrat akan mencari ALLAH. Dalilnya, Nabi SAW
bersabda : "tidak sempurna iman kalian sebelum hawa nafsunya mengikuti apa
yang kubawa" (HR Ahmad dan Al-Thabrari).
b. Al yaumil akhir
Yawm al-Qiyāmah
(Arab: يوم القيامة) adalah "Hari Kebangkitan"
seluruh umat manusia dari Adam hingga manusia terakhir. Ajaran ini diyakini
oleh umat Islam, Kristen dan Yahudi. Al-Qiyāmah juga nama dari salah satu ayat
ke 75 di dalam kitab suci Al-Qur'an.
Kalimat kiamat
di dalam bahasa Indonesia adalah hari kehancuran dunia, kata ini diserap dari
bahasa Arab "Yaum al Qiyamah" , yang arti sebenarnya adalah hari
kebangkitan umat. Sedangkan hari kiamat (kehancuran alam semesta beserta
isinya) dalam bahasa Arab adalah "As-Saa’ah".
Yaum al-Qiyamah
secara bahasa berarti "Hari Kebangkitan Umat", terdiri dari 3 suku
kata, yaitu:
1) Yaum
(يوم) = Hari, masa atau periode
2) Qiyam (قيام) = Tegak,
bangkit, berdiri
3) `Ummah
(أمة) = Umat, bangsa
Secara istilah
Yaumul Qiyamah sering diartikan hari kiamat (kehancuran alam semesta beserta
isinya). Yaumul Qiyamah sama halnya dengan Yawm ad-Din yang artinya suatu
periode (masa) dimana akan terjadi kebangkitan sebuah komunitas umat manusia
yang hidup berdasarkan agama Allah (dinullah). Umat ini bangkit 700 thn sekali
dengan diutusnya seorang rasul dari umat tersebut.[1]
c. Fal yuhksin (Berbuat baik)
Menurut bahasa,
ihsan berarti berbuat kebaikan, yakni segala sesuatu yang menyenangkan dan
terpuji. Dan kata-kata ihsan mempunyai dua sisi:
Pertama, Memberikan kebaikan kepada
orang lain.Dalam bahasa Arab dikatakan أحسن إلي فلان ia telah berbuat baik kepada si fulan.
Kedua, Memperbaiki perbuatannya
dengan menyempurnakan dan membaikkannya. Dikatakan أحسن
عمله jika ia telah
menyempurnakan perbuatannya. Sedangkan ihsan menurut syara’ adalah sebagaimana
yang di-jelaskan oleh baginda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dalam sabdanya:
أن
تعبد الله كانك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك
“Engkau
menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak bisa
melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari
hadits Umar).
Syaikh Ibnu
Taimiyah berkata: “Ihsan itu mengandung kesempurnaan ikhlas kepada Allah dan
perbuatan baik yang dicintai oleh Allah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
بَلَىٰ
مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُ ۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٌ۬ فَلَهُ ۥۤ أَجۡرُهُ ۥ عِندَ رَبِّهِۦ
وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
“(Tidak
demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Al-Baqarah: 112)
Agama Islam
mencakup ketiga istilah ini, yaitu: Islam, iman dan ihsan. Sebagaimana yang
terdapat dalam hadits Jibril ketika datang kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam di hadapan para sahabatnya dan bertanya tentang Islam, kemudian tentang
iman dan ihsan. Lalu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjelaskan setiap
dari pertanyaan tersebut. Kemudian beliau bersabda: “Inilah Jibril datang
kepada kalian untuk mengajarkan dien kalian.” Jadi Rasulullah menjadikan dien
itu adalah Islam, iman dan ihsan. Maka jelaslah agama kita ini mencakup
ketiga-tiganya.[2]
Dengan demikian
Islam mempunyai tiga tingkatan: Pertama adalah Islam, kedua iman dan ketiga
adalah ihsan.* (Lihat Majmu’ Fatawa, 8/10 dan 622 )
d. Jarrihi (Tetangga)
Kata Al Jaar
(tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu
Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu.
Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ .” Sedang secara istilah syar’i bermakna
orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik
atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau
merugikan dan kerabat atau bukan.
Ibnu hajar Al
Asqalaaniy menyatakan: “Nama tetangga meliputi semua orang islam dan kafir,
ahli ibadah dan fasiq, teman dan lawan, warga asing dan pribumi, orang yang
bermanfaat dan merugikan, kerabat dan bukan kerabat dan dekat rumahnya atau
jauh. Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang
lainnya." [1. Lihat fathul bari 10/442].
Tetangga
memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya,
bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan,
agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Sehingga diberikan hak tetangga
tersebut sesuai dengan keadaan dan hak mereka. Adapun batasannya masih
diperselisihkan para ulama, diantara pendapat mereka adalah:
Batasan tetangga
yang mu’tabar adalah empat puluh rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan
oleh Aisyah , Azzuhriy dan Al Auzaa’iy.[3]Sepuluh
rumah dari semua arah. Orang yang mendengar adzan adalah tetangga. Hal ini
disampaikan oleh Ali bin Abi Tholib .Tetangga adalah yang menempel dan
bersebelahan saja. Batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid. Tetangga
adalah orang yang sekota, ini pendapat sebagian ulama berdalil dengan firman
Allah taala:
لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ
الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ
لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً
Sesungguhnya
jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam
hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari
menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian
mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang
sebentar, (QS. 33:60).
e. Falyukrim Dhoifahu (Memuliakan Tamu)
|
f.
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada
Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Berikut ini
adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi
pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.
Adab
Bagi Tuan Rumah
1) Ketika
mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan
orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ
يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah
engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan
makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
2) Tidak
mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ
يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Sejelek-jelek
makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan
orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3) Tidak
mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4) Disunahkan
mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا
غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat
datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR.
Bukhari).
5) Menghormati tamu dan menyediakan hidangan
untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin
untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang
mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ
سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan
Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian
ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil
berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6) Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk
bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu)
karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7) Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan
untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8) Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada
yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9) Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu
yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ
كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang
siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati
yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab
Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang
lebih tua.
2. Penjelasan singkat dari hadist diatas:
a. Bil riwayah:
Islam telah
berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah
menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhidNya serta berbuat bakti kepada
kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firmanNya:
وَاعْبُدُوا اللهَ
وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ
مُخْتَالاً فَخُورًا
Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (Annisaa’:36)
Imam Al
Qurthubiy menyampaikan tafsir ayat ini dalam pernyataan beliau: “Sungguh Allah
telah memerintahkan kita menjaga tetangga dan menunaikan haknya. Mewasiatkan
untuk menjaganya dalam Al Quran dan melalui lisan Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم.
bukankah kamu lihat Allah menegaskannya setelah hak kedua orang tua dan kerabat
dalam firmanNya: وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى yaitu kerabat, dan وَالْجَارِ الْجُنُبِ
yaitu orang asing (bukan kerabat). Ini adalah pendapat Ibnu Abbas” [4]
Demikian pula
hadits-hadits Nabi telah menjelaskan
kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga kehormatan dan kemuliannya dan
perintah menutupi aib mereka, menundukkan r mengatakan: “sehingga aku menyangka
tetangga tersebut akan mewarisinya.
Hal ini menunjukkan
wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya,
tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan
memberikan kemakrufan kepadanya. Ini semua adlah bentuk perhatian dan motivasi
syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu
dosa terbesar dalam sabdanya ketika ditanya:
أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ
اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
Dosa apa yang
terbesar disisi Allah, Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم menjawab:”Menjadikan sekutu tandaningan
Allah, padahal Allah yang menciptakanmu”. Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya:
“Kemudian apa?” beliau menjawab: “kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia
makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina
dengan istri tetanggamu”.[5]
Tidak cukup
hanya disitu, Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم pun memerintahkan Abu Dzar untuk
memperbanyak kuah masakannya agar dapat dibagi dan dirasakan tetangga, seperti
dalam hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ
قَالَ إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ
مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ
مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
Dari Abu Dzar beliau berkata:
“kekasihku telah berwasiat kepadaku,
jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat keluarga
teatnggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka dengan baik”.[6]
Demikian
besarnya hak dan kedudukan tetangga dalam islam. Selainnya dari peraturan
akhlak dan undang-undang manusia tidak mengenal hal tersebut. Bahkan
undang-undang dan peraturan manusai sangat meremehkan kesucian dan harakat
tetangga. Sedangkan Islam telah memupuk akhlak kemanusian ini kepada kita,
ketika membeberkan sekian banyak nash-nash yang suci dalam penjagaan hak-hak
tetangga. Demikian juga para ulama umat ini tidak pernah melupakan prihal
tersebut, sehingga AlHasan bin Isa An Naisabuuriy bertanya kepada Abdullah bin
Mubaarak : “Seseorang mendatangiku untuk mengadukan budakku yang melakukaan
perbuatan jelek kepadanya, lalu budakku tersebut mengingkari laporan tersebut.
Sehinggasaya tidak ingin memukulnya, karena mungkin dia tidak bersalah dan
tidak juga membiarkannya, lalu tetanggaku itu membenciku. Maka apa yang harus
aku perbuat?.
Beliau menjawab:
“Budakmu mungkin melakukan perbuatan yang perlu diberi pelajaran. Maka jagalah
dia. Jika tetanggamu mengadukannya kepadamu maka berilah pelajaran kepadanya
atas perbuatan tersebut. Dengan demikian kamu telah membuat ridho tetanggamu
dan mendidiknya atas perbuatan tersebut”[7]
Demikian besarnya perhatian mereka
terhadap tetangga ini, tentunya kitapun perlu mencontoh mereka dalam hal ini
dengan mengenal hak-hak mereka dan mencoba semampunya untuk menerapkan dan
menunaikannya.
b. Penjelasan bil ruk’yah
Alangkah sepinya
jika kita hidup sendiri, tiada kawan tiada saudara maka beruntunglah kita
sebagai manusia, di anugerahi semua itu. Di dalam rumah kita memiliki keluarga,
ada ayah-ibu, adik-kakak, bahkan juga anak. Tak hanya itu saja, kita juga hidup
bersama-sama orang-orang yang hidup disekeliling kita, dengan mereka kita
saling ulur tangan, saling menjaga, memberikan rasa aman, dan juga saling
melindungi dari bahaya orang-orang jahat yang tidak bisa diprediksikan. Mereka
yang hidup disekeliling kita yang bernama tetangga.
Tetangga adalah
saudara kita yang paling dekat entah saudara seiman ataupun tidak, oleh karena
itu dalam islam ditegaskan dan disoroti begitu pentingnya tetangga itu, dan
dianjurkan bahwa, hormatilah tetanggamu, karena tetangga itu adalah benteng
kita, pagar kita, yang tak kenal menyerah, baik dalam segi social maupun
sepiritual, itulah tetangga. Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak
berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat
turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, "Berapa banyak
orang-orang yang berhaji pada tahun ini?" Jawab yang lain, "Enam
ratus ribu."Lalu ia bertanya lagi, "Berapa banyak yang diterima
?" Jawabnya, "Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang
tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi
diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat
hajinya Muwaffaq." Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya
itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik
mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya.
Dan ketika
diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya.
Jawab orang itu, "Muwaffaq." Lalu abdullah bin Mubarak bertanya
padanya, "Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai
darjat yang sedemikian itu?" Jawab Muwaffaq, "Tadinya aku ingin
berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang
tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalau aku
berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia
tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke
rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu.
Jawab jiranku, "Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak
yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan
untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat,
lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini
halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu." Ketika aku mendegar jawaban
itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan
keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk
keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu.
"Sebenarnya
hajiku adalah di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq lagi. Demikianlah
cerita yang sangat berkesan bahawa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan
amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim. Rasulullah
ada ditanya, "Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila
kuamalkan akan masuk syurga." Jawab Rasulullah, "Jadilah kamu orang
yang baik." Orang itu bertanya lagi, "Ya Rasulullah, bagaimanakah
akan aku ketahui bahawa aku telah berbuat baik?" Jawab Rasulullah,
"Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka
engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau
sebenarnya jahat."
Hak-hak bertetangga
a. Saling menengok jika
ada yang sakit
b. Melayat jika ada
yang meniggal
c. Saling menyimpan
rahasia
d. Ikut bergembira jika
tetangga kita gembira
e. Jika kena musibah
maka harus saling membantu
f. Tidak meninggikan
bangunan, jika mengganggu
g. Ketika memasak
hendaklah diperbanyak kuahnya
Dalam kata lain
bahwa betetangga itu itu wajib hukumnya, saling mengasihi, menyayangi, dan
saling ulur tangan.[8]
Pendapat
Para Ulama
1) Menurut
Imam Syafi’i, yang dimaksud dengan tetangga adalah 40 rumah di samping kiri,
kanan, depan dan belakang. Mau tidak mau, setiap hari kita bertemu dengan
mereka, baik hanya sekedar melempar semyuman, lambaian tangan, salam atau
ngobrol di antara pagar rumah dan sebagaimya.
2) Dr
Yusuf Qafdhawi menyebutkan, “seorang tetangga memiliki peran sentral dalam
memetihara harta dan kehormatan warga sekitarnya” Dengan demikian seorang
mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap
keselamatan seluruh milik tetangganya Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman
jika dia tidak bisa memberi rasa aman pada tetangganya.
3) Kalimat
“hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka hendaklah ia memuliakan tamunya”
, menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka
dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan
di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Jami’ Liahkaamil Qur’an.
Al Bukhori
Al
Muntaqa Min Makaril Akhlak Al Khorathiy oleh As Silaafiy No. 101. dinukil dari
dari Huququl Jaar Fi Shohihis Sunnah wal Atsar, karya Syeikh Ali Hasan Abdul
Hamid.
Isaac Hasson, Last Judgment,
Encyclopedia of the Qur'an.
Muslim.
http://ciptoabiyahya.wordpress.com/2012/04/12/tingkatan-dien-agama/
fathul bari
[1]
Isaac Hasson, Last Judgment, Encyclopedia of the
Qur'an
[2]
Di unduh pada 20 november 2013 di: http://ciptoabiyahya.wordpress.com/2012/04/12/tingkatan-dien-agama/
[3]
Lihat fathul bari 10/442
[4]
Al Jami’ Liahkaamil Qur’an
5/183.
[5]
Diriwayatkan oleh Al Bukhori
No4389, 6354 dan 6978, Muslim No. 125,
[6]
Diriwayatkan oleh Muslim No.
6632.
[7]
Al Muntaqa Min Makaril Akhlak Al
Khorathiy oleh As Silaafiy No. 101. dinukil dari dari Huququl Jaar Fi Shohihis
Sunnah wal Atsar, karya Syeikh Ali Hasan Abdul Hamid hal 19
[8]
Di unduh pada 20 Nonember 2013 pada: http://elbaruqy.blogspot.com/2011/01/hadits-ibadah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar