BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bank
adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Sedang lembaga
keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana
kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau
keduanya.[1]
Menurut
UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu : Menghimpun dana
Menyalurkan dana
Memberikan jasa lainnya
Dalam
perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya
administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak
beroperasi dengan mengandalkan pada
bunga.
Bank
syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.[2]
Menurut
Syafi’I Antonio dan Karnaen Perwataatmadja, membedakan antara bank Islam dan
bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam[3]yaitu:
Bank syariah adalah
: Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Bank yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadits Bank
yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang operasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Khususnya yang menyangkut tata
cara bermuamalat secara Islam.
[3] Karnaen
Perwataatmadja dan Syafi’I Antonio,
Apa dan Bagaimana Bank Islam,PT Dana Bhakti Wakaf,Yogyakarta,1997.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Titipan atau Simpanan (al-Wadi’ah)
Al-Wadi’ah
adalah titipan atau simpanan, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendaki. Akad wadi’ah terbagi 2 yaitu : wadi’ah yad
al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah.
A.1.
Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah)
Pihak
yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan harta yang dititipkan
akan tetapi dapat membebankan biaya kepada pihak yang menitip sebagai biaya
penitipan. Dan dalam wadi’ah yad al-amanah penerima titipan tidak
bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada harta titipan
selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan
dalam memelihara barang titipan akan tetapi disebabkan karena faktor-faktor
yang berada di luar batas kemampuan pihak yang menerima titipan. Bentuk dari
akad ini di perbankan adalah kotak simpanan (safe deposit box).
A.2.
Wadi’ah yad ad-dhamanah (tangan penanggung)
Penerima
titipan dapat mempergunakan harta tersebut dalam aktivitas perekonomian
tertentu dengan izin dari pemberi titipan dengan syarat ia menjamin akan
mengembalikan aset tersebut secara utuh dan ia bertanggungjawab atas segala
kehilangan / kerusakan yang terjadi pada harta tersebut. Dalam akad ini, semua
keuntungan adalah hak penerima titipan dan semua kerugian adalah
tanggungjawabnya pula.
Dalam
perbankan, wadi’ah diwujudkan dalam bentuk giro atau tabungan. Sebagai imbalan,
orang yang menitipkan hartanya mendapatkan jaminan keamanan terhadap hartanya
dan dalam perbankan ia juga dapat menikmati fasilitas lainnya dari bank yang
bersangkutan. Dan juga bank sebagai pemanfaat harta tidak dilarang untuk
memberikan bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan tidak
ditetapkan nominal maupun persentasenya, tetapi benar-benar merupakan kebijakan
dari pihak bank.
B. Bagi
Hasil
B.1.
Al-Musyarakah
Musyarakah
berasal dari kata al-syirkah yang berarti al–ikhtilath (pencampuran) atau
persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan.
Sedangkan menurut istilah adalah akad persekutuan dalam hal modal, keuntungan
dan tasharruf (pengelolaan). Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian (expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Al-Musyarakah dikenal juga dengan istilah Partnership, Project
Financing Participation
Prinsip
dan syarat syirkah :
1.
Masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas
nama perserikatan dengan izin pihak lain. Segala akibat dari tindakan tersebut,
baik hasil maupun resikonya ditanggung bersama.
2.
Sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas persentase dan
periodenya.
3.
Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama.
Sedangkan
persyaratan untuk modal yaitu :
- Harus
diserahkan dan berbentuk tunai, tidak boleh berupa piutang atau jaminan.
- Harus
berupa alat tukar seperti dinar, dirham, dan mata uang lainnya. Tidak boleh
berupa barang dagangan atau komoditas.
B.2.
Al-Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Secara istilah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan.
Persyaratan
mudharabah :
1.
Masing-masing pihak memenuhi persyaratan mukallaf (cakap).
2. Modal
harus jelas jumlahnya, berupa alat tukar, tidak berupa barang dagangan dan
harus tunai, dan diserahkan seluruhnya kepada pihak pengusaha.
3.
Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara
jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh
keuntungan menjadi milik bersama.
4.
Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak
pemodal. Pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar
kebijakan pengelolaan modal.
5.
Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak
pengelola samasekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian
pekerjaannya.
Sedangkan
mudharabah sendiri terbagi menjadi dua macam berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh pihak penyimpan dana yaitu :
1.
Mudharabah Mutlaqah
Dikenal
dengan istilah URIA (Unrestricted Investment Account). Dalam mudharabah
mutlaqah tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank mengenai industri
ataupun nasabah tertentu yang ingin dibiayai. Jadi bank memiliki kebebasan
penuh untuk menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan
menguntungkan. Dari akad jenis dikembangkan produk tabungan dan deposito.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Ada dua
jenis mudharabah muqayyadah yaitu :
a) Yang
dikenal dengan RIA (Unrestricted Investment Account). Mudharabah jenis ini
merupakan dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang
harus dipatuhi oleh bank misalnya disyaratkan digunakan untuk syarat tertentu
atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu (mudharabah muqayyadah on
balance sheet).
b) Yang
dikenal dengan mudharabah muqayyadah of balance sheet, mudharabah ini merupakan
penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank
bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pemilik usaha.
B.3.
Al-Muzara’ah
Secara
bahasa berarti melemparkan tanaman dan makna hakikinya adalah modal. Sedangkan
secara istilah Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen
Syarat-syarat
Muzara’ah :
1. Kedua
orang yang berakad harus berakal.
2.
Ditentukan macam tanaman apa saja yang akan ditanam.
3.
Perolehan hasil ditentukan persentasenya ketika akad dan pembagiannya diambil
dari satu jenis barang yang sama.
4. Tanah
harus tanah yang dapat ditanami dan diketahui batas-batasnya.
5.
Waktunya ditentukan sebanyak waktu yang memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud
6.
Alat-alat yang digunakan dibebankan kepada pemilik tanah.
B.4.
Al-Musaqah
Musaqah
diambil dari kata al-saqa yaitu seseorang mengurus pohon anggur supaya
mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu sebagai imbalan.
Secara istilah musaqah adalah akad untuk pemeliharaan pohon, tanaman, dan yang
lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Jadi disimpulkan bahwa musaqah adalah
bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana si penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si
penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen
Menurut
Hanabilah al-Musaqah mencakup dua masalah yaitu :
1.
Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami seperti pohon anggur, kurma, dan
yang lainnya, baginya ada buah yang dimakan sebagai bagian tertentu dari buah
pohon tersebut, seperti sepertiganya atau setengahnya.
2.
Seseorang menyerahkan tanah dan pohon yang belum ditanam, maksudnya supaya
pohon tersebut ditanam pada tanahnya.
C. Jual
Beli
C.1.
Bai’ al-Murabahah
Adalah
suatu penjualan barang seharga tersebut ditambah keuntungan yang disepakati
dengan kata lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Keempat mazhab membolehkan Pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan
kepada pihak ketiga. Dan tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang
berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan oleh penjual maupun
biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna.
C.2.
Bai’ as-Salam dan Bai’ al-Istishna’
Bai’
as-salam ialah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka dengan kata lain, as-salam adalah akad atas suatu
barang dengan kriteria tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang
dibayarkan pada majlis akad.
Bai’
al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang
lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.
Pada
prinsipnya, akad al-istishna’ menyerupai akad as-salam dimana keduanya
tergolong bai’ al-ma’dum, yaitu jual-beli barang yang belum wujud. Namun antara
keduanya terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut :
1. Obyek
as-salam bersifat al-dain (tanggungan) sedangkan obyek istishna’ bersifat
al-’ain (benda).
2.
Menurut Hanafiyah, dalam akad salam dibatasi dengan waktu yang pasti,
persyaratan ini tidak berlaku pada akad istishna’.
3.
Menurut Hanafiyah, akad salam bersifat luzum (mengikat kedua pihak), sedang
akad istishna’ tidak bersifat luzum. Sedangkan menurut jumhur akad salam dan
istishna’ sama-sama bersifat luzum.
4.
Menurut Hanafiyah harga pokok dalam akad salam harus dibayarkan secara kontan
dalam majelis akad, dan hal ini tidak diharuskan dalam akad istishna’ sedangkan
menurut jumhur ulama harga pada kedua akad tersebut harus dibayar tunai ketika
akad berlangsung.
Para
imam dan tokoh-tokoh mazhab sepakat terhadap enam persyaratan akad salam
berikut :
1.
Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas jenisnya.
2.
Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas sifat-sifatnya.
3. Barang
yang dipesan harus dinyatakan secara jelas ukurannya.
4. Harus
dinyatakan secara jelas batas waktunya.
5.
Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas harganya.
6.
Tempat penyerahan harus dinyatakan secara jelas.
Sedangkan
akad al-Istishna’ dibolehkan dengan syarat:
1. Obyek
akad (produk yang dipesan) harus dinyatakan secara rinci jenis, ukuran, dan
sifatnya.
2.
Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat
lazim memesannya.
3. Waktu
pengadaan produk tidak di batasi. Jika dibatasi dengan waktu tenggang tertentu
ia menjadi akad salam.
D. Sewa
D.1.
Al-Ijarah
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan
kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan
prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila
pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah obyek
transaksinya adalah barang maupun jasa.
Ijarah
secara bahasa berarti upah dan sewa, jasa atau imbalan. Secara istilah, ijarah
dapat didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan
membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional), ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
Tidak
semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi
persyaratan berikut ini :
1.
Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas.
2. Obyek
ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak
mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.
3. Obyek
ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara’.
4. Obyek
yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.
5. Harta
benda yang menjadi obyek ijarah harus harta benda yang bersifat isti’maliy
yaitu harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan
kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya.
Adapun
ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja, harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai persyaratan sebagai berikut :
1.
Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan.
2.
Pekerjaan yang menjadi obyek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi
kewajiban pihak pekerja sebelum berlangsung akad ijarah.
D.2.
Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik
Al-Ijarah
al-Muntahiya bit Tamlik merupakan perpaduan antara sewa menyewa dan jual beli
atau hibah diakhir masa sewa. Secara bahasa berarti sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan. Adapun pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari
dua cara berikut :
1.
Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan tersebut pada akhi.
2.
masa sewa pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan
finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Maka akumulasi nilai sewa
yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga barang
dan margin laba. Sehingga penyewa harus membeli barang itu diakhir periode.
2. Pihak
yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada
akhir masa sewa. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa
untuk membayar sewa relatif lebih besar sehingga akumulasi sewa diakhir periode
sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba. Dengan
demikian barang tersebut dapat dihibahkan kepada penyewa.
E. Jasa
(Fee-based Service)
E.1.
Al-Wakalah (Deputyship)
Berarti
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat sedangkan secara istilah dapat
didefinisikan sebagai pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain
dalam hal-hal yang dapat diwakilkan. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia
membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk
menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu
mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
Status
wakalah sempat diperdebatkan dalam perkembangan fiqih Islam apakah termasuk
kategori niabah atau wilayah :
1.
Niabah adalah mewakili menurut pendapat ini wakil tidak dapat menggantikan
seluruh fungsi muwakkil (orang yang diwakili).
2. Wali
atau wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah
kepada yang lebih baik, sebagaimana dalam hal jual beli pembayaran secara tunai
adalah lebih baik, walaupun pembayaran secara kredit diperbolehkan.
E.2.
Al-Hawalah (Transfer service)
Yaitu
pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Dalam kata lain yaitu pemindahan beban hutang dari muhil (orang
yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ’alaih (orang yang berkewajiban
membayar hutang). Secara sederhana, dapat dijelaskan sebagai berikut : Si A
(muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil) sedangkan B masih mempunyai piutang
pada C (muhal ’alaih). Ketika B tidak mampu membayar hutangnya pada A, B lalu
mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus
membayarkan hutang B kepada A, sedangkan hutang C sebelumnya pada B dianggap
selesai.
E.3.
Ar-Rahn (Mortgage)
Adalah
menahan salah satu hak milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Setiap
benda yang dapat diperjualbelikan sah pula dijadikan sebagai jaminan utang
(marhun). Sedangkan akad rahn itu sendiri harus disertai penyerahan barang jaminan.
Syafi’iyah dan Hanabilah juga mempertegas bahwa marhun harus berupa a’in
(benda), tidak sah menjaminkan manfaat suatu benda. Harta benda yang digadaikan
tidak tertutup dari orang yang menggadaikannya (rahin), ia berhak mendapatkan
keuntungan dan kerugian dari benda tersebut. Dan biaya pemeliharaan menjadi
tanggung jawab pemilik barang juga. Sedangkan pemanfaatan marhun oleh rahin
ataupun murtahin harus dengan izin masing-masing pihak lawan. Oleh karena itu,
menjaminkan barang yang tidak mengandung resiko dan biaya perawatan dan tidak
menimbulkan manfaat agaknya lebih baik untuk menghindari perselisihan diantara
kedua pihak.
Di bank,
aplikasi rahn ada dua macam :
-
Sebagai produk pelengkap : yaitu sebagai akad tambahan (jaminan) terhadap
produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-murabahah.
-
Sebagai produk tersendiri : sebagai alternatif dari pegadaian konvensional yang
mengenakan bunga, sedangkan biaya rahn ditetapkan di muka.
E.4.
Al-Qardh
Adalah
pemberian harta pada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Qardh dikategorikan
kedalam akad saling membantu (tathawwu’i) dan bukan merupakan transaksi
komersial (tijarah). Sehingga di dalam al-qardh samasekali tidak diperbolehkan
untuk mengambil kelebihan apapun. Kecuali dari pihak peminjam mengembalikan
dengan kelebihan dengan tanpa dipersyaratkan sebelumnya.
E.5.
Al-Kafalah (Guaranty)
Adalah
jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua (ditanggung), dalam pengertian lain kafalah juga
berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Jenis–jenis
Kafalah :
1.
Kafalah bin-nafs adalah akad memberi jaminan atas diri (personal guarantee).
Sebagai contoh dalam praktek perbankan adalah seorang nasabah yang mendapat
pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka
masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi
bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yag
dibiayai mengalami kesulitan
2.
Kafalah bil-maal ialah jaminan pembiayaan barang atau pelunasan hutang.
3.
Kafalah bit-taslim yaitu kafalah yang biasa dilakukan untuk menjamin
pengembalian atas barang yang disewa pada waktu masa sewa berakhir. Jenis
pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya
dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan
pembayaran bagi bank dapat berupa deposito atau tabungan dan bank dapat
membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4.
Kafalah al-munjazah yaitu jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu
dan kepentingan atau tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-munjazah
adalah pemberian jaminan dalm bentuk performance bonds (jaminan prestasi),
suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan sudah sesuai dengan bentuk akad
ini.
5.
Kafalah mu’allaqah yaitu bentuk jaminan yang merupakan penyederhanaan dari
kafalah al-Munjazah, baik oleh industri perbankan atau asuransi.
Bentuk
produk kafalah di perbankan adalah garansi bank yang dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah.
Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
F.
Produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia.
Berikut
ini kami tampilkan daftar produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia yaitu
berdasarkan data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPBS BI)
berikut dasar akad / skema keuangan yang dipergunakan.
NAMA
PRODUK : SKEMA KEUANGAN
Funding
/ Pendanaan
Giro iB
- Giro
USD iB : Wadi'ah (titipan)
- Giro
IDR iB : Wadi'ah (titipan)
Tabungan
iB
-
Tabungan iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan modal)
-
Tabungan haji iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan
modal)
-
Tabungan emas iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Tabungan pendidikan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Tabungan perencanaan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Tabungan arisan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Tabungan umrah iB : Mudharabah (penyertaan modal)
Deposito
iB
-
Deposito IDR iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Deposito USD iB : Mudharabah (penyertaan modal)
-
Deposito special investment : Mudharabah muqayyadah (penyertaan modal untuk
proyek tertentu sesuai keinginan nasabah / investor)
Jasa iB (Service)
- Jasa
kirim uang antar negara iB : Ijarah (sewa)
- Jasa
bank garansi iB : Kafalah (penjaminan)
- Jasa
SKBDN iB : Kafalah (penjaminan) dan wakalah (perwakilan)
- Jasa
syariah card : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), dan wakalah (perwakilan)
- Jasa
deposit box emas iB : Ijarah (sewa)
- Jasa
pengalihan hutang iB : Qardh (pinjaman uang) dan bai' murabahah (jual beli
dengan margin)
- Jasa
penukaran uang iB : penukaran dua mata uang yang berbeda
- Jasa
kirim uang iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa
kiriman uang valas iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa
bancassurance iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya)
- Jasa
L/C (letter of credit) ekspor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya),
bai' (jual beli), dan kafalah (penjaminan)
- Jasa
L/C (letter of credit) impor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya) dan
kafalah (penjaminan)
- Gadai
emas iB : Qardh (pinjaman uang) dan ijarah (sewa)
-
Investasi emas iB : Wakalah (perwakilan)
Financing
/ Pembiayaan
Pembiayaan
konsumtif (Konsumer) iB
- Pembiayaan
multijasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan, kesehatan : Ijarah (sewa)
-
Pembiayaan pemilikan rumah iB (KPR iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli
dengan margin) atau bai' al istishna’ (jual beli dengan pesanan) atau ijarah
muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
-
Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli
dengan margin) atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing) atau ijarah
(sewa)
-
Pembiayaan kavling siap bangun iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
-
Pembiayaan renovasi rumah : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan
margin) atau bai' al-istishna’ (jual beli dengan pesanan)
-
Pembiayaan konsumtif iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Kartu
kredit iB : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), ijarah (sewa), dan
wakalah (perwakilan)
Pembiayaan
modal kerja dan korporasi iB
-
Pembiayaan dana berputar iB : Musyarakah (kemitraan)
-
Pembiayaan menengah dan korporasi iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau
mudharabah (penyertaan modal)
-
Pembiayaan mikro dan kecil : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah
(penyertaan modal)
-
Pembiayaan rekening Koran iB : Musyarakah (kemitraan)
-
Pembiayaan sindikasi iB : Musyarakah (kemitraan)
-
Pembiayaan modal kerja iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah
(penyertaan modal)
-
Pembiayaan channeling iB : Fleksibel : mudharabah (penyertaan modal) untuk
proyek tertentu sesuai keinginan nasabah atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa
beli/leasing)
-
Pembiayaan executing iB : Mudharabah (penyertaan modal) untuk proyek tertentu
-
Pembiayaan sewa equipment iB : Ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
-
Pembiayaan ke sektor pertanian iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual beli
dengan pesanan) secara paralel
-
Pembiayaan pembangunan perumahan iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual
beli dengan pesanan) secara paralel
Lain-lain
iB
-
Pembiayaan dana talangan iB : Qardh (pinjaman uang)
G.
Kesimpulan
Prinsip-prinsip
dasar yang digunakan dalam produk-produk perbankan syariah adalah :
1.
Titipan atau simpanan berasal dari akad al-wadi’ah (titipan).
2. Bagi
hasil dengan akad : al-musyarakah (kemitraan), al-mudharabah (penyertaan
modal), al-muzara’ah dan al-musaqah (pembiayaan ke sektor pertanian).
3. Jual
beli dengan akad : bai’ al-murabahah (jual beli dengan margin), bai’ as-salam
dan bai’ al-istishna’ (jual beli dengan pesanan).
4. Sewa
dengan akad : al-ijarah (sewa), al-ijarah muntahiya bit-tamlik (sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan).
5. Jasa
dengan akad : al-wakalah (perwakilan), al-hawalah (pengalihan hutang atau
layanan transfer), ar-rahn (gadai), al-qardh (pinjaman), al-kafalah
(penjaminan).
Daftar
Pustaka
1)
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001.
2)
Jurnal Islamic Banking News : Edisi Khusus Festival Ekonomi Syariah 2009.
Jakarta : Penerbit majalah InfoBank. 2009.
3)
Karim, Adiwarman A, Ir. SE. MBA. MAEP., Bank Islam : Analisis Fiqih dan
Keuangan (Edisi Ketiga). Jakarta : PT RajaGrafindo. 2004.
4)
Mas’adi, Ghufron A., Drs. M.Ag., Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada. 2002.
5)
Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si., Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar