BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan salah satu tanggung jawab seorang
da’i yang dilakukan dengan komunikasi atau interaksi secara langsung ataupun
tidak langsung terhadap objeknya. Proses dakwah yang berinteraksi secara
langsung dengan masyarakat sebagai objeknya menuntut seorang da’i untuk bisa
menguasai dan memahami kondisi psikologis audiennya. Karena itulah dibutuhkan
psikologi dakwah agar tujuan dari dakwah itu sendiri bisa tepat sesuai dengan
sasaran dakwah.
Psikologi dakwah sendiri memiliki esensi yang
terletak beberapa factor, salah satunya adalah factor sugestif. Factor sugestif
menuntun pada bagaimana seorang da’i harus mampu mengingatkan dan menanamkan
kebenaran pada masyarakat sebagai objek dakwahnya. Dari sini dibutuhkan
psikologi dakwah yang bisa membantu juru dakwah untuk memahami kondisi objeknya
dan mampu mencapai tujuan dakwah dengan tepat sasaran. Oleh karena itu, sebagai
bahan rujukan para juru dakwah, pada
makalah ini penulis membahas lebih lanjut tentang bagaimana esensi psikologi dakwah
yang sugestif.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Apa yang dimaksud
dengan psikologi dakwah dan bagaimana esensinya?
2.
Bagaimana esensi
psikologi dakwah yang sugestif?
C. Tujuan Masalah
Adapun
tujuan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
tentang psikologi dakwah beserta esensinya.
2.
Untuk mengetahui
tentang esensi psikologi dakwah yang sugestif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Dakwah Dan
Esensinya
Psikologi dakwah merupakan alat bantu bagi juru
dakwah dan para da’i untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang
faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi tingkah laku manusia sebagai objek dakwah, agar tujuan dakwah bisa
dicapai secara efektif, intensif, atau secara lebih maksimal dan optimal. Dalam
penyampaian materi memerlukan orang yang mampu menirukan kebaikan dan ajaran
dakwah yang mutlak benar. Uswatun Hasanah ada pada diri Nabi Muhammad SAW,
dalam hal ini juru dakwah harus memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat
sebagai objeknya, terutama situasi psikologisnya. Contohnya orang kelaparan
karena kemiskinan, yang oleh nabi disinyalir
mendekati kekafiran, maka dakwah yang harus dilakukan dalam rangka
menyelamatkan mereka agar tidak sampai menjual akidahnya dengan murah. Tentunya
mereka lebih memerlukan makanan lahiriyah terlebih dahulu daripada makanan
bathiniah atau rohaniah.
Mental, fisik, rohani, social merupakan empat
dimensi pertumbuhan yang mempengaruhi manusia dan menjadi sentral tema yang
kuat adalah mental manusia. Disinilah terpusat segala penggerak aktivitas
manusia. Mental atau tingkah laku mempunyai pengendalian yakni pada
kesadarannya yang bersumber dari hati nurani. Oleh sebab itu, sasaran dakwah
lebih diarahkan agar menyentuh kalbu dan fitrahnya dalam rangka pembentukan
sikap mental atau tingkah laku bermotivasi.
Jadi dapat ditarik kesimpulan tujuan psikologi
dakwah adalah sebagai berikut:
1.
Memberi gambaran
tentang beberapa aspek psikologis dan
aspek dakwatologis manusia untuk juru dakwah, agar mereka mau membekali dirinya
dengan kemampuan-kemampuan teoritis, bagaimana mengaktualisasikan metode-metode
dakwah dan mengadaptasikan serta mengintregasikannya kea rah sasaran dakwah
sesuai dengan situasi kejiwaan dan kondisi psikisnya.
2.
Memberi pandangan
tentang betapa pentingnya memahami materi dakwah sebagai urat nadi kehidupan
manusia sehingga teknis operasionalnya dapat disajikan bukan hanya sebagai ilmu
yang mati, tetapi dapat didekati secara tradisional atau substansial dan
menyangkut proses pengembangan secara konseptual harus terus mengalir ke dalam
seluruh pembuluh darah kehidupan kejiwaannya yang akan melahirkan tingkah laku
bermotivasi.
3.
Memberi pengertian
tentang manusia sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dakwah dengan segala
ciri khas kepribadiannya.
Dakwah sebenarnya adalah suatu proses pembentukan
watak manusia. Maka dalam rangka pembentukan itu dakwah menempuh
pendekatan-pendekatan psikologis agar lebih memungkinkan bisa cepat sampai ke
tujuan.[1]
Dengan demikian psikologi dakwah merupakan alat
bantu bagi juru dakwah untuk memperoleh pengertian yang lebih untuk
menyampaikan materi dakwah kepada sasaran agar mampu memberi dorongan,
mengadakan perubahan, mengingatkan dan mengarahkan serta memberi keyakinan
kepada tujuan dakwah. Maka esensi psikologi dakwah adalah terletak pada adanya
beberapa faktor yang antara lain:
a.
Edukatif
Juru dakwah bersifat
edukatif apabila bertindak sebagai pendidik (edukator) dan bersikap sebagai guru.
b.
Materi
dakwah
Materi harus disajikan
sesuai dengan aspek-aspek dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan cara tiap
individu menerima dan memahaminya dengan tujuan yang hendak dicapai, dan
disajikan secara metodologis.
c.
Metode
dakwah
Serupa dengan metode
pendidikan, juru dakwah harus menguasai bermacam-macam metode dan terampil
menggunakanya, komunikatif dan memperhitungkan kendala-kendalanya atau
hambatan-hambatan psikologis dalam menerapkan suatu metode.
d.
Motivatif
Juru dakwah sebagai
motivator harus mengerti bahwa motif ini muncul sebagai latar belakang dari
seluruh tingkah laku manusia yang timbul karena adanya dorongan kebutuhan yang
muncul setiap saat.
e.
Sugestif
f.
Persuasive
Persuasi dalam dakwah
adalah seni dan ilmu tentang menghimbau secara ekstralogis untuk menjamin
keputusan yang diinginkan dengan prinsip-prinsip argumentasi.[2]
B. Esensi Psikologi Dakwah
Yang Sugestif
Sugestif
artinya memberi sugesti, mengingatkan dan menanamkan kepada sesuatu.
Dalam hal ini sugesti dapat dirumuskan
sebagai suatu proses di mana seseorang menerima begitu saja suatu cara atau
pedoman tingkah lakunya dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Sugestif akan mudah terjadi pada manusia
suggestible, dalam keadaan:
1.
Karena hambatan
berpikir, baik oleh faktor-faktor fisiologis maupun psikologis.
Manusia cenderung mudah
untuk menerima apapun yang datang dari orang lain ketika dia merasa kesulitan
untuk memikirkan terlebih dahulu, baik buruknya, atau apapun yang berkaitan
dengan sesuatu yang diberikan padanya. Baik karena factor fisiologis seperti
kurangnya kemampuan berpikir seseorang yang sudah menjadi suatu kekurangan atau
penyakit pada dirinya, sehingga dia tidak mampu berpikir lebih banyak karena
takut akan mempengaruhi kesehatannya. Ataupun karena factor psikologis seperti
tekanan dari luar yang datang pada diri seseorang yang secara tidak langsung
bisa mempengaruhi pola pikirnya dan membuatnya sulit untuk berpikir lebih jauh
tentang apa yang dihadapkan padanya. Melakukan dakwah dan menanamkan materi
dakwah pada seseorang yang sedang menghadapi sebuah masalah dan mendapatkan
tekanan pada dirinya, akan lebih mudah daripada dakwah pada seseorang dalam
keadaan psikis dan fisiologis yang bagus.
2.
Karena disosiasi
(pikiran terpecah-pecah).
Seseorang yang sedang
memikirkan banyak hal pada satu waktu akan mengalami kesulitan untuk memikirkan
sesuatu secara lebih optimal. Karena dalam memikirkan satu hal akan terdesak
oleh hal lain sebelum hal yang pertama selesai dipikirkan. Dia tidak akan bisa
fokus pada satu hal yang bisa mengakibatkan dirinya dengan mudah menerima
sugesti dari orang lain. Karena selain tidak bisa maksimal dalam
mempertimbangkan sesuatu, dia juga merasa bahwa dengan menerima sugesti
tersebut maka akan meringankan pikirannya akan satu hal. Dan dia bisa
memikirkan hal lain yang belum terselesaikan. Hampir sama dengan penjelasan
sebelumnya bahwa memberikan materi dakwah pada seseorang yang pikirannya sedang
kacau oleh banyak hal akan lebih mudah untuk diterima.[3]
3.
Karena otoritas dan
prestise, pakar dan reputasi, kharisma dari sugestif sendiri.
Seseorang bisa dengan
mudah menerima sugesti dari orang lain bukan hanya karena kondisi fisiologis
atau psikis yang ada pada dirinya, tapi juga bisa dikarenakan nilai yang
terkandung dari sugesti itu sendiri. Jika sugesti itu mempunyai nilai yang
tinggi di dalamnya, dan diberikan oleh seseorang yang sudah ahli, pakar di
bidangnya, maka tanpa pikir panjang sugesti itu akan langsung tertanam pada
diri seseorang tanpa perlu berpikir panjang lagi tentang baik buruknya sugesti
tersebut. Oleh karena itu, dalam memberikan sebuah sugesti, jangan hanya
melihat kondisi objek tujuan atau hanya mementingkan siapa yang harus
memberikannya, tapi penting untuk diingat bahwa isi dari sugesti itu juga harus
bernilai dan berbobot. Hal ini berkaitan dengan materi dakwah yang disampaikan,
perlu diperhatikan karena materi dakwah yang disampaikan juga perlu
dipertanggungjawabkan kebenaran dan kandungannya.
4.
Karena opini publik,
mayoritas dan popularitas.
Manusia cenderung lebih
suka meniru, terutama jika hal itu sudah dilakukan banyak orang. Dengan kata
lain, manusia dalam hidupnya tidak mau merasa ketinggalan jaman. Ketika
seseorang menyadari betapa banyaknya orang yang menganut suatu sugesti, maka
dia tidak ingin ketinggalan untuk ikut menerimanya. Karena dia berpikir bahwa
jika sugesti itu sudah diterima oleh banyak orang, artinya sugesti itu adalah
sugesti yang baik dan pantas untuk diterima, tanpa perlu memikirkan lagi baik
buruknya dari sugesti itu. Jika sebuah materi dakwah yang disampaikan sudah
dipercayai dan dianut oleh banyak orang, maka tidak susah untuk membuat orang
lain mau menerima apa yang sudah terbukti diikuti oleh banyak orang. [4]
5.
Karena will to be believe (ingin meyakinkan
diri).
Seseorang yang sedang
mengalami keraguan pada seseuatu akan mencari sumber atau pembelaan lain agar
bisa meyakinkan dirinya. Ketika dia menemukan pandangan dan sugesti yang
mendukung pada apa yang sebenarnya sudah dipegangnya, maka tanpa pikir panjang dia
akan lebih yakin pada hal yang sudah dipikirkannya tersebut dan dengan mudah
menerima sugesti yang datang pada dirinya untuk membuatnya lebih yakin.
Seseorang yang masih merasa ragu tentang sesuatu yang berhubungan dengan
keyakinannya (agamanya), maka dia akan mencari seseorang yang mampu memberikan
pandangan yang lebih meyakinkan dengan menanamkan materi-materi dakwah agar
tidak ada keraguan lagi pada dirinya.
Dengan
demikian, maka juru dakwah sebagai sugestif mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk dapat memanfaatkan situasi-situasi dan menggunakan kondisi-kondisi yang
tepat untuk menimbulkan sugesti massa agar pikiran, perasaan dan kehendak
mereka bisa terpengaruh dengan keyakinan terhadap apa yang menjadi tujuan
dakwah. Materi dakwah dipilh secara tepat dengan memanfaatkan sugesti untuk
menyembuhkan gejala-gejala neurotic, memelihara suatu keyakinan, yang sesuai
dengan sasaran dakwah. Metode dakwah digunakan sebagai cara bagaimana
menanamkan suatu sugesti, artinya untuk mengubah minat dan kesadaran bahwa
suatu masalah mengandung sangkut paut dengan dirinya.[5]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya psikologi dakwah merupakan alat bantu
bagi juru dakwah dan para da’i untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam
tentang faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi tingkah laku manusia sebagai objek dakwah, agar tujuan dakwah bisa
dicapai secara efektif, intensif, atau secara lebih maksimal dan optimal.
Setidaknya psikologi dakwah dijadikan sebuah pegangan oleh para juru dakwah
agar proses dakwah bisa terjadi secara lancar. Adapun esensi dari psikologi
dakwah sendiri terletak pada adanya beberapa factor, salah satunya adalah
factor sugestif.
Esensi psikologi dakwah yang sugestif merujuk pada
tanggung jawab yang harus dijalani para juru dakwah untuk mampu memanfaatkan
situasi-situasi dan menggunakan kondisi-kondisi yang tepat untuk menimbulkan
sugesti massa agar pikiran, perasaan dan kehendak mereka bisa terpengaruh
dengan keyakinan terhadap apa yang menjadi tujuan dakwah. Caranya dengan
mempelajari dan memahami bagaimana saja kondisi objek dakwah yang bisa menerima
sugesti secara mudah.
B. Saran
Para
juru dakwah hendaknya mempunyai bekal berupa penguasaan dan pemahaman tentang
psikologi dakwah agar tujuan dakwah bisa tercapai dengan baik. Selain itu,
factor sugestif dalam esensi psikologi dakwah perlu diterapkan dengan tetap
memperhatikan kondisi objek dakwah, materi dakwah dan metode dakwahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ancok,
Jamaluddin dan Fuad Nasori Suroso. 1994. Psikologi
Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arifin,
M. 1991. Psikologi Dakwah. Jakarta:
Bumi Aksara
Arifin,
M. 1997. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar.
Jakarta: Bulan Bintang
Kafie,
Jamaluddin. 1993. Psikologi Dakwah.
Surabaya: Offset Indah
Mubarok,
Achmad. 1997. Psikologi Dakwah.
Jakarta: Pustaka Firdaus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar