Kelanjutan Cerita (Part 3):
Kegiatan-kegiatan
komunitas Pramuka mandiri mulai menarik perhatian. Suatu hari, aku dikejutkan
oleh kunjungan seorang tamu tak terduga. Pak Rahmat, seorang pengawas
pendidikan dari kabupaten, datang ke lapangan tempat kami berkegiatan.
"kak
Ifa, saya mendengar banyak hal baik tentang komunitas ini," katanya sambil
menyalami tanganku. "Apa saya boleh melihat langsung kegiatan kalian hari
ini?"
Aku
sedikit gugup, tetapi juga bangga. "Tentu, Pak. Silakan bergabung,"
jawabku sambil mempersilakan beliau untuk melihat anak-anak yang sedang
berlatih pionering.
Pak
Rahmat mengamati dengan saksama. Ia tersenyum melihat Aldi memberikan instruksi
dengan suara lantang, memimpin timnya menyelesaikan menara sederhana dari
bambu. "Luar biasa," gumamnya. "Saya kira, keputusan itu akan
mematikan semangat Pramuka. Tapi ternyata, Anda membuktikan sebaliknya."
Aku
tersenyum kecil. "Semangat mereka yang membuat ini semua mungkin, Pak.
Saya hanya mencoba menjaga agar api itu tidak padam."
Pak
Rahmat mengangguk pelan. "Saya akan berbicara dengan beberapa pihak.
Mungkin komunitas seperti ini bisa menjadi model untuk daerah lain. Saya yakin,
Pramuka tetap relevan di mana pun."
Setelah
Pak Rahmat pergi, aku merasa harapan baru mulai muncul. Dukungan kecil seperti
itu memberikan keyakinan bahwa perjuangan ini tidak sia-sia. Anak-anak, orang
tua, bahkan pihak-pihak yang dulu ragu, kini mulai melihat bahwa Pramuka lebih
dari sekadar kegiatan—ia adalah jiwa yang menyatukan kita.
Hari
itu, aku berdiri di depan anak-anak, melihat mereka bekerja sama, belajar, dan
tumbuh. Dalam hati, aku berbisik, "Kemarin adalah pelajaran, hari ini
adalah perjuangan, dan esok adalah harapan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar