Minggu, 19 Januari 2025

Kemarin yang Membekas, Perjuangan di Tengah Keputusan (6)

 


Kelanjutan Cerita (Part 3):

Kegiatan-kegiatan komunitas Pramuka mandiri mulai menarik perhatian. Suatu hari, aku dikejutkan oleh kunjungan seorang tamu tak terduga. Pak Rahmat, seorang pengawas pendidikan dari kabupaten, datang ke lapangan tempat kami berkegiatan.

"kak Ifa, saya mendengar banyak hal baik tentang komunitas ini," katanya sambil menyalami tanganku. "Apa saya boleh melihat langsung kegiatan kalian hari ini?"

Aku sedikit gugup, tetapi juga bangga. "Tentu, Pak. Silakan bergabung," jawabku sambil mempersilakan beliau untuk melihat anak-anak yang sedang berlatih pionering.

Pak Rahmat mengamati dengan saksama. Ia tersenyum melihat Aldi memberikan instruksi dengan suara lantang, memimpin timnya menyelesaikan menara sederhana dari bambu. "Luar biasa," gumamnya. "Saya kira, keputusan itu akan mematikan semangat Pramuka. Tapi ternyata, Anda membuktikan sebaliknya."

Aku tersenyum kecil. "Semangat mereka yang membuat ini semua mungkin, Pak. Saya hanya mencoba menjaga agar api itu tidak padam."

Pak Rahmat mengangguk pelan. "Saya akan berbicara dengan beberapa pihak. Mungkin komunitas seperti ini bisa menjadi model untuk daerah lain. Saya yakin, Pramuka tetap relevan di mana pun."

Setelah Pak Rahmat pergi, aku merasa harapan baru mulai muncul. Dukungan kecil seperti itu memberikan keyakinan bahwa perjuangan ini tidak sia-sia. Anak-anak, orang tua, bahkan pihak-pihak yang dulu ragu, kini mulai melihat bahwa Pramuka lebih dari sekadar kegiatan—ia adalah jiwa yang menyatukan kita.

Hari itu, aku berdiri di depan anak-anak, melihat mereka bekerja sama, belajar, dan tumbuh. Dalam hati, aku berbisik, "Kemarin adalah pelajaran, hari ini adalah perjuangan, dan esok adalah harapan."

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar