Selasa, 27 November 2012
Minggu, 25 November 2012
kanker payudara
Pengertian Kanker Payudara
Seiring dengan perkembangan zaman memang kita harus bisa membuka wacana kita akan adanya informasi yang dapat kita peroleh dari berbagi sumber informasi, maka dari itu jangan remehkan informasi yang sedang anda baca ini,,,,,,, sebab kami juga menyediakan buku yang kami kemas dalam bentuk pdf untuk bisa di baca dengan mudah,,,,,, silahkan memahami dan bisa mewaspadai akan apa yang dimaksud dengan kanker terutama kanker payudara,,,,,,
Kanker atau neoplasma merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal. Definisi yang paling sederhana yang dapat diberikan adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan pengendaliannya. Kanker dapat menyebar pada bagian tubuh tertentu seperti payudara. Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Kanker payudara oleh WHO dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 174 untuk wanita dan 175 untuk pria. Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Selsel tersebut merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran maupun fungsinya. Kanker payudara dapat menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati, dan otak melalui pembuluh darah. Kelenjar getah bening aksila ataupun supraklavikula membesar akibat dari penyebaran kanker payudara melalui pembuluh getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening.
Untuk lebih jelasnya mengenai informasi kanker payudara silahkan donlowd buku dengan klik dibawah ini:
Selasa, 20 November 2012
Cara Mencari Ilmu
-Hadits dan Ayat tentang Kewajiban Menuntut Ilmu-
Orang yang mempunyai ilmu mendapat kehormatan di sisi Allah dan Rasul-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengarah agar umatnya mau menuntut ilmu, seperti yang terdapat dalam Qs Al Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
"Hadits dan Ayat tentang Kewajiban Menuntut Ilmu"
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari)
Hadits di atas mengandung pokok materi yaitu seorang muslim harus merasa iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud adalah perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua hasud yang harus ada pada diri seorang muslim, yaitu pertama menginginkan banyak harta dan harta itu dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan berinfaq, shadaqah dan lainnya. Harta ini tidak digunakan untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, kedua menginginkan ilmu seperti yang dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, juga diajarkan kepada orang lain dengan ikhlash.
dimana dapat kita ketahui Hukum mencari ilmu itu wajib, dengan rincian, pertama hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk mempelajari ilmu agama seperti aqidah, fiqih, akhlak serta Al-Qur’an. Ilmu-ilmu ini bersifat praktis, artinya setiap muslim wajib memahami dan mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Fardu ‘ain artinya setiap orang muslim wajib mempelajarinya, tidak boleh tidak.
Dan kedua hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta teknologi.Fardu Kifayah artinya tidak semua orang dituntut untuk memahami serta mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut, boleh hanya sebagian orang saja. Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
رواه إبن عبد البر)) طَلَبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari)
Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya wajib. Hanya saja bahwa dalam mencari ilmu itu harus tetap sesuai dengan ketentuan Islam.
Kewajiban menuntut ilmu waktunya tidak ditentukan sebagimana dalam shalat, tetapi setiap ada kesempatan untuk menuntutnya, maka kita harus menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak saja dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga formal, tetapi juga dapat dilakukan lembaga non formal. Bahkan, pengalaman kehidupanpun merupakan guru bagi kita semua, di mana kita bisa mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita. Begitu juga masalah tempat, kita dianjurkan untuk menuntut ilmu dimana saja, baik di tempat yang dekat maupun di tempat yang jauh, asalkan ilmu tersebut bermanfaat bagi kita. Nabi pernah memerintahkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu walaupun sampai di tempat yang jauh seperti negeri China.(http://rasyid-ic.blogspot.com/2012/04/hadits-dan-ayat-tentang-kewajiban.html)
dan untuk lebih jelasnya mengenai adab mencari ilmu silahkan baca buku dgn klik di bawah ini:
Kamis, 15 November 2012
KARAKTERISTIK MANUSIA Di lihat dari Psikologi Kognitif dan Psikologi Humanistik
PENDAHULUAN
Dalam upaya membentuk sikap, mental dan
perubahan tingkah laku mad’u, usaha –usaha dakwah tidak terlepas dari study
psikologi yang memiliki latar belakang
guna mempelajari tingkah laku manusia sebagai cerminan dari hidupnya kejiwaan,
yang oleh karena itu dapat kita ketahui mengenai definisi psikologi dakwah
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala – gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam
proses kegiatan dakwah.
Di mana dapat juga kita ketahui dalam
psikologi dakwah juga ada ada batasanya sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidupnya
kejiiwaan dalam mengajak kepada pengalaman ajaran – ajaran islam deemi
kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhiratnya.
Dan dalam makalah pembahasan saya selaku
penulis juga memiliki batasan yakni hanya ruang lingkup atas pembahasan
mengenai karakteristik manusia dari segi psikologi kognitif dan humanistik. Dan
dalam hal ini akan kami jelaskan sekilas mengenai definisi karakteristik
manusia, definisi psikologi kognitif, dan definisi psikologi humanistik, serta
bagaimana karakteristik manusia di lihat
dari segi psikologi kignitif dan humanistik.
1. Definisi
karakteristik manusia.
Islam melalui Al-Qur’an memberi
pengertian bahwa manusia adalah komunitas tunggal, anak cucu Adam (QS.
Al-Baqarah : 213, Al-A'raf : 26-27). Dalam pandangan Islam manusia yang hidup
sekarang adalah anak cucu dari dua orang tua yang sama, yaitu Adam dan Hawa.
Dan bukan sebagai makhluk yang mengalami missing link dengan kera sebagaimana
teori Charles darwin. Sebagai keturunan dan anak cucu Adam dan Hawa maka
pastilah manusia mewarisi banyak sifat dari orang tua pertama yang sama itu.
Sifat, watak dan prilaku, juga gena yang dimiliki kedua orang tua pertama
kemudian secara turun temurun dan dari generasi ke genarasi yang kemudian
menurun membentuk ciri-ciri dari manusia sekarang dan Adam – Hawa juga
tentunya.
Secara umum, walau manusia berbeda suku
bangsa, dipisahkan oleh batas geografis, adat istiadat dan budaya, bahasa,
agama dan kepercayaan, kualitas intelektual dan sebagainya, tetapi manusia
tetaplah manusia yang merupakan keturunan Adam dan Hawa. Perbedaan itu semua tidak
menjadi serta merta membedakan mereka sebagai manusia. Ada ciri-ciri umum dan
sekaligus karakteristik manusia yang sama yang terdapat pada setiap individu.
Banyak hal yang bisa didiskusikan
mengenai manusia, baik yang bersifat jasmani ataupun rohani. Hal-hal yang
terkait dengan manusia antara lain sifat, watak, prilaku, pikiran, sebagai
makhluk sosial, karakter, jati diri, dan juga ciri-ciri manusia.[1]
2.
Definisi psikologi kognitif.
Psikologi
kognitif adalah Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan
kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan
bahasa dan emosi.
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah
proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu
menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas
stimulus yang datang.
Namun disisi
yang lain ada juga yang berpendapat Psikologi kognitif adalah kajian studi
ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi
bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap
dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut
psikologi pemrosesan informasi.[2]
Dalam pandangan
Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh
pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah
terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi.
Ada
dua konsep dasar psikologi kognitif, yaitu kognisi dan pendekatan kognitif.
1. Kognisi
Dalam istilah kognisi, maka psikologi
kognitif dipandang sebagai cabang psikologi yang mempelajari proses-proses
mental atau aktivitas pikiran manusia, misalnya proses-proses persepsi,
ingatan, bahasa, penalaran dan pemecahan masalah.
Contoh-contoh yang berkaitan dengan informasi
:
a.
Proses-Proses persepsi
Ada seorang karyawan baru yang bekerja
di suatu perusahaan yang tingkat profesionalismenya kurang. Di situ, baik
karyawan yang rajin maupun yang malas mendapat gaji yang sama. Setelah lama
beradaptasi di kantor itu, karyawan baru tersebut memiliki persepsi bahwa dia
tidak perlu bekerja dengan sungguh-sungguh karena tidak akan berpengaruh pada
gajinya.
b.
Ingatan
Kemampuan mengingat informasi dari
membaca tentunya akan lebih lama dari hanya sekedar mendengar. Karena dengan
membaca, pikiran atau otak kita akan bekerja lebih keras untuk memahami dan
menyimpan informasi tersebut. Sedangkan dengan mendengar, kita hanya
mengandalkan telinga, asalkan kita hafal. Bahkan kadang-kadang tanpa pemahaman.
c.
Bahasa
Informasi akan lebih mudah kita pahami
dan kita mengerti, apabila bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa kita,
maka informasi itu akan lebih maksimal kita gunakan. Karena otak atau pikiran
kita mampu mencernaa inti informasi tersebut.
d.
Penalaran
Seseorang yang memiliki penalaran secara
baik akan dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut,
tidak hanya dari satu sisi saja. Tapi dapat diperoleh dari bagian lain, karena
suatu masalah biasanya yang hanya memiliki indikasi.
e.
Persoalan
Sikap dan perilaku manusia dapat
mencerminkan masalah yang sedang dihadapi. Sikap dan perilaku ini, apabila
digabungkan dengan informasi yang sudah ada, maka dapat menciptakan suatu
solusi.
Pendekatan Kognisi
Sebagai suatu pendekatan maka psikologi
kognitif dapat dipandang sebagai cara tertentu di dalam mendekati berbagai
fenomena psikologi manusia. Konsep ini menekankan pada peran-peran persepsi,
pengetahuan, ingatan, dan proses-proses berpikir bagi perilaku manusia.
Contoh yang berkaitan dengan informasi :
a.
Peran-Peran persepsi
Orang yang berpersepsi atau berpikir
bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda, dia akan selalu berusaha untuk
mencoba lagi, walaupun dia ridak tahu kapan dia akan berhasil. Karena
dipikirannya semakin dia mencoba, semakin banyak informasi yang didapat, maka
tingkat kesalahan dapat diminimalisir atau dihindari. Hal ini menjadikannya
sebagai pribadi yang sabar dan ulet.
b.
Pengetahuan
Orang yang banyak pengetahuan, biasanya
lebih mengerti dan dapat mengelola informasi dengan cepat, karena dia tahu
bagaimana cara mendapatkan informasi yang cepat, tepat, murah dan efisien.
c.
Proses-Proses Berpikir
Jenjang pendidikan, lingkungan sekitar
serta cara hidup mempengaruhi proses-proses dan pola berpikir kita. Orang yang
berpendidikan tinggi, hidup di lingkungan berpendidikan dan cara hidup yang
modern, biasanya akan mencari suatu informasi dengan cara yang berbasis
teknologi yang lebih cepat dan praktis. Ini karena mereka telah dibentuk
menjadi pribadi yang modern dengan cara berpikir yang cepat.
Prinsip dasar Psikologi Kognitif
a.
Belajar aktif
b.
Belajar lewat interaksi sosial
c.
Belajar lewat pengalaman sendiri
Teori psikologi kognitif berkembang
dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weithemer) yang menyatakan bahwa
pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruan.
Ada 2 hukum wajib dalam teori Gestalt :
1).
Pragnaz (kejelasan)
2).
Closure (totalitas)
Konsep yang penting dalam teori ini
INSIGHT, yaitu: pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan antara
bagian-bagian didalam suatu masalah.
Teori belajar.
Cognitive-Field dari Lewin
Bertolak pada teori Gestalt, Lewin
mengembangkan teori belajar berdasarkan Life Space (dunia psikologis dari
kehidupan individu). Masing-masing individu berada didalam medan kekuatan
psikologis, medan itu dinamakan Life Space yang terdiri dari dua unsur yaitu
kepribadian dan psikologi sosial.
Ia menyatakan bahwa tingkah laku belajar
merupakan usaha untuk mengadakan reorganisasi atau restruktur (dari isi jiwa).
Tingkah laku merupakan hasil dari interaksi antar kekuatan baik dari dalam
(tujuan, kebutuhan, tekanan batin, dan sebagainya) maupun dari luar (tantangan,
permasalahan).
Cognitive Development (Jean Piaget)
Dalam teorinya, ia memandang bahwa
proses berpikir sebgai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret
menuju abstrak. Ia memakai istilah scheme : pola tingkah laku yang dapat
diulang. Yang berhubungan dengan :
a).
Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
b).
Scheme mental (pola tigkah laku yang sulit diamati, dan yang dapat diamati)
c). Pembelajaran Menurut JA Brunner
(Discovery Learning)
Teori Brunner menyatakan bahwa anak
harus berperan secara aktif dalam belajar dikelas. Maksud dari Discovery
Learning yaitu peserta didik mengorganisasikan metode penyajian bahwa dengan
cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu, sesuai dengan tingkat kemampuan
anak.
Selain ketiga tokoh tersebut Ausubel
juga merpengaruh dalam psikologi kognitif. Dia mengungkapkan teori ekspository
teaching, yaitu dapat diorganisasikan atau disajikan secara baik agar dapat
mengahasilkan pengertian dan resensi yang baik pula sama dengan discovery
learning.[3]
Implikasi dalam Pembelajaran
Implikasi teori kognitif piaget dalam
pembelajaran adalah :
1)
Bahasa dan cara berpikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berpikir anak.
2) Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing.
4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai
tahap perkembangannya.
5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.
Pengaplikasian teori kognitif dalam
belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang
belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa
yang telah diketahui saja. Dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha
untuk dapat mengakomodasikan.[4]
3. Definisi
psikologi humanistik.
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 19500-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psokoanalisis. aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:
1. manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen - komponen.
2. manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
3. kesadaran manusia menyatakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. manusia mempunyai pilihan -pilihan dan tanggung jawab.
5. manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu keunggulan yang mengalami, menghayati dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagian bagian dari jiwa manusia, namun dalam penyimpilannya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaanya itu sendiri. karena itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran behaviorisme dan psikoananlisis, seperti cinta, kretifitas, pertuumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencian, agresivitas, kemandierian, tanggung jawab, dan sebagainya. pandangan ini di sebut sebagai pandangan humanistik.
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 19500-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psokoanalisis. aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:
1. manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen - komponen.
2. manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
3. kesadaran manusia menyatakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. manusia mempunyai pilihan -pilihan dan tanggung jawab.
5. manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu keunggulan yang mengalami, menghayati dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagian bagian dari jiwa manusia, namun dalam penyimpilannya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaanya itu sendiri. karena itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran behaviorisme dan psikoananlisis, seperti cinta, kretifitas, pertuumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencian, agresivitas, kemandierian, tanggung jawab, dan sebagainya. pandangan ini di sebut sebagai pandangan humanistik.
4. Karakteristik
manusia jika di lihat dari psikologi kognitif
Psikologi
kognitif aliran psikologi yang melihat manusia
sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang
diterimanya (homo sapiens). Dimana psikologi kognitif juga menempatkan manusia
sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara
berfikir. Manusia berusaha memahami lingkungan yang di hadapinya dan merespons dengan pikiran yang di
milikinya. Psikologi kognitif juga mempelajari
bagaimana arus informasi yang di tangkap
oleh indra di proses dalam jiwa seseorang sebelum di endapkan dalam kesadaran
atau di wujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Reaksi terhadap rangsangan tidak selalu keluar berupa tingkah laku
nyata, akan tetapi juga bisa mengendap berupa ingatan, atau di proses menjadi
gejolak perasaan, seperti rasa gelisah, atau kecewa dan lain sebagainya, atau
bisa juga di proses menjadi sikap, seperti suka dan tidak suka.[5] Karenanya dalam pandangan psikologi
ini, manusia layaknya sebuah komputer, dimana ia menangkap informasi,
mengelolah, menyimpan, atau mengeluarkannya dalam bentuk perilaku.[6]
Di mana konsepsi
manusia sebagai pengelolah informasi (the person as information processor ) adalah perilaku
manusia yang di pandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang
rasional yang mengarah pada penyediaan, penyimpanan dan pemanggilan informasi
yang di gunakannya untuk memecahkan persoalan. Dalam konsep ini manusia menjadi
orang yang sadar dalam memecahkan persoalan. Karena itu manusia menurut teori
kognitif di sebut sebagaimana di atas yakni
“homo sapiens” yaitu manusia yang
berpikir.
Walaupun manusia
tidaklah serasional sebagaimana di jelaskan di atas, karena kadang kala
penilaian orang di dasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang
rasional, karena manusia menggunakan prinsip – priinsip umum dalam mengambil
keputusan. Walaupun psikologi kognitif sering di kritik karena konsep –
konsepnya yang sulit di uji, namun psikologi kognitif telah berusaha memasukkan
kembali “ jiwa manusia” yang sudah di cabut behaviorisme, yang kontradiktif
dengan psikoanalisis yang memandang bahwa manusia sangat di pengaruhi oleh
insting dan dorongan nafsu rendah.dan menolak konsepsi ketidaksadaran dan
kesadaran yang menjadi inti dari psikoanalisis, namun lebih memandang aspek
stimuli lingkungan yang bisa membentuk prilaku manusia.[7]
5.
Karakteristik manusia jika di lihat
dari psikologi humanistik
Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku
aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo
ludens). Selain itu juga di pandang sebagai eksistensi yang positif juga
menentukan. Yang di anggap sebagai makhluk yang unik dan memiliki cinta ,
kreatifitas, nilai dan makna serta
pertumbuhan pribadi. Yang merupakan pusat perhatian teori humanisme, adalah
pada makna kehidupan yang mana dalam psikologi humanistik di sebut homo
laudens,yakni manusia yang mengerti makna kehidupan. Yang dalam teorinya di
sebutkkan bahwa setiap manusia hidup dalam pengalaman yang bersifat pribadi
(unik), dan kehidupanya berpusat pada pada dirinya itu. Yang mana prilaku
manusia bukan di kendalikan oleh keinginan bawah sadarnya (seperti teori
psikoanalisa) bukan pula tunduk pada lingkungannya (seperti teori
behaviorisme), tetapi berpusat pada konsep diri, yaitu pandangan atau persepsi
orang terhadap dirinya yang bisa berubah dan fleksibel sesuai dengan
pengalamannya dengan orang lain. Yang mana dalam
psikologi humanistik memandang positif manusia. Sebagaimana menurut teori ini,
manusia selalu berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas dirinya.
Manusia juga cenderung ingin selalu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan yang bermakna. Setiap
individu bereaksi terhadap situasi yang di hadapinya (stimuli) sesuai dengan
konsep diri yang di milikinya, dan dunia
di mana ia hidup. Kecenderungan batiniah manusia selalu menuju kepada kesehatan
dan kebutuhan diri. Jadi dalam keadaan normalmanusia cenderung berfikir dan
berperilaku rasional dan membangun (konstruktif). Ia juga cenderung memilih
jalan ( pekerjaan, karier, atas jalan hidup ) yang mendukung pengembangan dan
aktualisasi dirinya.[8]
KESIMPULAN
Sebagai keturunan dan anak cucu Adam dan
Hawa maka pastilah manusia mewarisi banyak sifat dari orang tua pertama yang
sama itu. Sifat, watak dan prilaku, juga gena yang dimiliki kedua orang tua
pertama kemudian secara turun temurun dan Psikologi kognitif adalah kajian
studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi
bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap
dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut
psikologi pemrosesan informasi. dari generasi ke genarasi yang kemudian menurun
membentuk ciri-ciri dari manusia sekarang dan Adam – Hawa juga tentunya.
Secara umum, walau manusia berbeda suku
bangsa, dipisahkan oleh batas geografis, adat istiadat dan budaya, bahasa,
agama dan kepercayaan, kualitas intelektual dan sebagainya, tetapi manusia
tetaplah manusia yang merupakan keturunan Adam dan Hawa. Perbedaan itu semua
tidak menjadi serta merta membedakan mereka sebagai manusia. Ada ciri-ciri umum
dan sekaligus karakteristik manusia yang sama yang terdapat pada setiap
individu.
Psikologi kognitif adalah kajian studi
ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi
bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap
dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut
psikologi pemrosesan informasi.
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 19500-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psokoanalisis. aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:
1. manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen - komponen.
2. manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
3. kesadaran manusia menyatakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. manusia mempunyai pilihan -pilihan dan tanggung jawab.
5. manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 19500-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psokoanalisis. aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:
1. manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen - komponen.
2. manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
3. kesadaran manusia menyatakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. manusia mempunyai pilihan -pilihan dan tanggung jawab.
5. manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
Psikologi kognitif aliran psikologi yang melihat manusia
sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya
(homo sapiens). Dimana psikologi kognitif juga menempatkan manusia sebagai
makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berfikir.
Manusia berusaha memahami lingkungan yang di hadapinya dan merespons dengan pikiran yang di milikinya.
Psikologi kognitif juga mempelajari
bagaimana arus informasi yang di tangkap
oleh indra di proses dalam jiwa seseorang sebelum di endapkan dalam kesadaran
atau di wujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Reaksi terhadap rangsangan tidak selalu keluar berupa tingkah laku
nyata, akan tetapi juga bisa mengendap berupa ingatan, atau di proses menjadi
gejolak perasaan, seperti rasa gelisah, atau kecewa dan lain sebagainya, atau
bisa juga di proses menjadi sikap, seperti suka dan tidak suka.
Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo ludens). Selain itu juga di pandang sebagai eksistensi yang positif juga menentukan. Yang di anggap sebagai makhluk yang unik dan memiliki cinta , kreatifitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Yang merupakan pusat perhatian teori humanisme, adalah pada makna kehidupan yang mana dalam psikologi humanistik di sebut homo laudens,yakni manusia yang mengerti makna kehidupan.
Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo ludens). Selain itu juga di pandang sebagai eksistensi yang positif juga menentukan. Yang di anggap sebagai makhluk yang unik dan memiliki cinta , kreatifitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Yang merupakan pusat perhatian teori humanisme, adalah pada makna kehidupan yang mana dalam psikologi humanistik di sebut homo laudens,yakni manusia yang mengerti makna kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad Mubarok, 2002, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus,
Jakarta.
Faizah, H. Lalu Muchsin
Efendi, 2009, Psikologi Dakwah,
kencana, Jakarta.
Mat Jarvis, 2000, Teoritical in Approaches in psychology,
Routledge, London.
M.
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Muhibin,
Syah. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sarlito
Wirawan Sarwono, 1978, Berkenalan Dengan Aliran –Aliran Dan Tokoh Tokoh
Psikologi, Bulan Bintang, jakarta.
Sumanto,
Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan
Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
[1]
Di kutip pada: jumat, 16 maret 2012, http://www.pak-sodikin.com/2011/12/9-ciri-ciri-dan-karakteristik-manusia.html
[3] Sumanto, Wasty, 2006, Psikologi
Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta, hal. 18- 20.
[4]
Muhibin,
Syah, 2002, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Hal. 14-17.
[5]
Sarlito Wirawan Sarwono, 1978, Berkenalan Dengan Aliran –Aliran Dan Tokoh
Tokoh Psikologi, Bulan Bintang, jakarta,
hlm. 146
[6]
Mat Jarvis, 2000, Teoritical in
Approaches in psychology, Routledge, London, hal. 77
[7]
Faizah, H. Lalu Muchsin Efendi, 2009,
Psikologi Dakwah, kencana, Jakarta, hal. 45 – 49.
[8]
Achmad Mubarok, 2002, Psikologi Dakwah,
Pustaka Firdaus, Jakarta, Hlm.59-60.
INTERAKSI DALAM DAKWAH
A.
Pengertain
Interaksi
Salah satu naluri manusia sebagai makhluk sosial
adalah kecenderungan untuk hidup berkelompok atau bermasyarakat yang disebut instink gregarious. Dan salah satu
bentuk manifestasi dari kecenderungan naluriah tersebut adalah apa yang disebut
oleh para ahli psikologi dengan interaksi sosial. Hubert Bonner memberikan
pembatasan sebagai berikut :
“ Social interaction is type
of relationship between two or more
person in which the behavior of one is modified by the behavior of the other. Through interpersonal stimulations
and response the bioligical individual is slowly changed into a human being or
personality, the process may go on back and forth, each act in the total
process suggesting or bringing out still another act. Social interaction is reciprocal
action, action in which each individual in the process anticipates and adjusts
to the oncoming act of the other. ”
Dengan demikian maka Interaksi adalah suatu bentuk
hubungan antara dua orang atau lebih dimana tingkah laku seseorang diubah oleh
tingkah laku yang lain. Melalui dorongan antar pribadi tersebut seseorang yang
bersifat biologis lambat laun berubah menjadi makhluk hidup atau pribadi,
proses tersebut berlangsung timbal balik, masing – masing bertindak dalam
keseluruhan proses yang mempengaruhi atau menyebabkan yang lain juga bertindak.
Interaksi sosial dengan demikian merupakan perilaku timbal balik, suatu
perilaku dimana masing – masing individu dalam proses itu mengharapkan dan
menyesuaikan diri dengan tindakan yang akan dilakukan orang lain.
Jadi jelslah bahwa di dalam proses interaksi itu
terdapat tindakan saling mempengaruhi antara satu individu dengan individu
lainnya, sehingga timbul lah kemungkinan – kemungkinan untuk saling mengubah
atau memperbaiki perilaku masing- masing secara timbal balik. Perubahan
demikian bisa terjadi secara disadari atau tidak sepenuhnya disadari, atau secara
perlahan – lahan. Di dalam hubungan interaksional inilah terjadi suatu proses
belajar – mengajar diantara manusia.
di mana di dalam proses dakwah merupakan permulaan
yang fundamental bagi sukses nya dakwah itu. Tanpa adanya suatu proses belajar
– mengajar maka dakwah sulit memperoleh tempat di dalam hati manusia.
Sebenarnya
dalam interaksi sosial itu tidak hanya harus terjadi dalam kelompok -kelompok
sosial saja, akan tetapi juga dapat terjadi antara dua pribadi bahkan juga bisa
terjadi terhadap diri sendiri yakni dalam bentuk self-reaksi atau
self-response.
Hal ini dapat diberikan contoh di kalangan anak –
anak yaitu misalnya, seorang anak tidak hanya bereaksi terhadap orang lain
tetapi juga terhadap dirinya sendiri; isyarat-isyarat suara anak kecil
mempunyai efek yang sama baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain. Hal ini jelas dapat kita saksikan pada anak-anak yang sedang berbicara
terhadap dirinya sendiri pada waktu bermain-mai yang punya efek sama terhadap
dirinya dan orang lain.[1]
Interaksi adalah sentral dari kehidupan
bermasyarakat, kerja sama, demikian pula penelitian masalah interaksi sosial
telah memberikan cara yang lebih efektif untuk mengatasinya yaitu dengan
memahami prinsip – prinsip yang mendasari banyak masalah sosial tersebut.[2]
Yang dimaksudkan dengan interaksi sosial ialah
relasi sosial yang berfungsi, pelbagai jenis relasi sosial dinamis, apakah
relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu
dengan kelompok?
Interaksi mulai bila dua orang bertemu, kemudian
biasanya diikuti dengan menukar ucapan selamat, saling bersalaman dan
percakapan mulai timbul. Tetapi walaupun tanpa ucapan sepatah kata pun, tanpa
menampakkan suatu gerak, telah dimulai juga interaksi itu, karena tiap indera
sudah siap siaga, fikiran pun telah terarah dan telah bekerja secara otomatis,
walaupun tertutup dan tidak overt (tampak). Didalam semua tanda – tanda ini
masing – masing saling menerima impresi, dan impresi inilah merupakan dasar
walaupun hanya untuk sementara (temporair), dari lanjutan relasi sosial antara
dua orang itu. Jenis / bentuk impressi ikut menentukan reaksi – reaksi
lanjutannya.
Demikian juga halnya bila individu menghadapi suatu
kelompok. Ia telah ditelaah dalam sekejap oleh kelompok dan ia membentuk suatu
impressi. Hal ini sudah lazim dialami oleh para pemimpin besar/kecil pada waktu
berpidato/berceramah/bertukar fikiran/berdiskusi, suatu interaksi timbul antara
dua kelompok , tidak sebagai perorangan tetapi sebagai keseluruhan kelompok.
Dan dapat saling mengadakan analisa, bentuk give
and take yang tumbuh agar mereka
menggunakan atau merubahnya untuk kepentingan masing – masing.[3]
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak mungkin lepas
dari pengaruh lingkukannya, dengan kata lain berbicara interaksi sosial, akan
menjawab; Bagaimana individu itu berhubungan dengan lingkungan?? Sehingga lebih
jauh mengkaji, menganalisis “manusia sebagai makhluk sosial”. Begitu pula
membahas social interaction, tentu
melibatkan proses penyesuaian diri. Dr. W.A. Gerungan, Dipl. Psych. (1986, 55)
menulis; “penyesuaian diri dalam artinya yang pertama disebut penyesuaian diri
autoplastis (auto = sendiri, plastis = dibentuk), sedangkan penyesuaian diri
yang kedua disebut penyesuaian diri alloplastis (allo = yang lain).” Jadi ,
penyesuaian diri ada yang bersifat “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan
oleh lingkungan, dan ada yang sifatnya ”aktif”, dimana kita atau manusia mempengaruhi lingkungan.
Dalam hal ini, mungkin individu yang satu
menyesuaikan diri secara autoplastis (mengubah diri sesuai lingkungannya)
kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi orang lain, begitu pula
sebaliknya mungkin ia dipengaruhi orang lain, maka terjadi proses penyesuaian
diri alloplastis (kegiatan yang dipengaruhi lingkungan sesuai keadaan /
keinginan).
Jadi jelaslah bahwa di dalam proses interaksi itu
terdapat tindakan saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan yang
lain, baik individu dalam perorangan ataupun kelompok sosial. Kalau kita
kaitkan dengan dakwah, maka dalam dakwah dikenal istilah personal approach dakwah face to face, sehingga terjadi proses
pengaruh – mempengaruhi antara da’i dan mad’u atau sebaliknya. Begitu pula ada
istilah general approach atau dakwah
secara umum misalnya pengajian disini terjadi proses pengaruh – mempengaruhi
antara da’i dan mad’u dalam kelompok sosial. Maka dari itu interaksi sosial
erat kaitannya dengan dakwah.[4]
Jadi Interaksi sosial dapat di artikan sebagai suatu
bentuk hubungan antara dua orang atau lebih, dimana tingkah laku seseorang
diubah oleh tingkah laku yang lain.
B.
Faktor
dasar interaksi
Berjalan atau tidaknya interaksi sosial, walaupun
dalam bentuknya yakni paling sederhana, yakni dua orang atau lebih yang saling
mempengaruhi dalam dakwah, tetap merupakan suatu proses yang kompleks sekali.
Ada empat faktor dasar dalam interaksi sosial, yaitu; faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, faktor simpati.
a.
Faktor
imitasi
Imitasi adalah faktor dasar
dari interaksi sosial yang menyebabkan keseragaman dalam pandangan dan tingkah
laku orang banyak. Proses imitasi adalah contoh – mencontoh atau meniru.
Imitasi bukan pembawaan tetapi yang harus dipelajari dan merupakan sesuatu yang
datang dari lingkungan. Sehingga dapat dikatakan kalau imitasi merupakan proses
belajar manusia dalam masyarakat sebagai mematangkan kepribadiannya. Misalnya,
kita tempatkan seorang anak belajar berbicara, mula – mula ia akan mengimitasi
kata – kata “ba-ba atau la-la” guna melatih fungsi lidah. Imitasi juga dapat
mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan – perbuatan baik
atau dari segi negatif yaitu apabila hal – hal yang di imitasi adalah hal yang
salah.
b.
Faktor
sugesti
Sugesti adalah suatu proses
dimana seorang individu dapat menerima suatu cara penglihatan atau pedoman
tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Dalam proses
sugesti, seorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang diterima
oleh orang lain di luar dirinya (saling mempengaruhi satu dengan yang lain).
Misalnya; ketertarikan, wibawa, dan hambatan berfikir.
c.
Faktor
identifikasi
Identifikasi adalah sebuah
istilah dalam psikologi Sigmun Freud untuk menguraikan mengenai cara belajar anak
mengenai norma – norma sosial dari orang tuanya. Identifikasi berarti
kecenderungan atau keinginan dalam diri anak untuk menjadi sama seperti ayah
dan ibunya.
Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi seorang
anak. Artinya secara tidak sadar seorang anak akan mengambil sikap – sikap
orang tuanya yang dapat ia mengerti mengenai norma – norma dan pedoman tingkah
laku sejauh kemampuan yang ada pada anak tersebut.
Proses identifikasi pertama –
tama berlangsung secara tidak sadar, kedua secara irasional berdasarkan
perasaan dan kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional,
ketiga mempunyai kegunaan untuk melengkapi sistem norma, cita – cita, dan
pedoman tingkah laku orang yang di identifikasikan itu. Identifikasi dalam
psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan yang lain.
Misalnya gaya ceramah anak Zainuddin. MZ, sama dengan ( identik ) dengan
ceramah sang ayah yaitu Zainuddin. MZ
d.
Faktor
simpati
Simpati dapat di rumuskan
sebagai perasaan tertarik pada seseoraqng terhadap orang lain. Seperti hal nya
proses identifikasi, simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tapi
berdasarkan penilaian perasaan. Berbeda
dengan identifikasi, timbul nya simpati merupakan proses sadar bagi diri
manusia yang merasa simpati terlihat dalam hubungan persahabatan antara dua
orang atau lebih.
Gejala identifikasi dan simpati
sebenarnya sudah berdekatan. Dalam hal simpati, hubungan yang timbal balik akan
menghasilkan suatu hubungan kerja sama, di mana individu yang satu ingin lebih
mengerti individu yang lain secara lebih mendalam, sehingga individu tersebut
dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seolah – olah ia adalah individu yang
lain. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan dimana yang satu
menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar padanya karena
dianggap ideal. Jadi dalam simpati, dorongan utamanya adalah ingin mengerti dan
bekerja sama dengan orang lain, sedangkan dalam identifikasi, dorongan utamanya
adalah ingin mengikuti jejak dan ingin belajar dari orang lain.[5]
“ Perbedaan
penyesuaian diri Autoplastis dengan Alloplastis “
Sebagai
makhluk sosial, dalam kesehariannya manusia tentu tidak bisa hidup tanpa
berhubungan dengan yang lainnya. Ketidak berdayaannya mengharuskan manusia
berinteraksi dengan sesama atau dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi ini
menuntut manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan alam atau lingkungan
sekitar tempat ia tinggal. Karena kalau interaksi yang dilakukannya itu pasif
maka ia akan terpengaruh oleh lingkungan, akan tetapi sebaliknya kalauia aktif
maka ia akan bisa mempengaruhi lingkungan.
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak mungkin lepas
dari pengaruh lingkukannya, dengan kata lain berbicara interaksi sosial, akan
menjawab; Bagaimana individu itu berhubungan dengan lingkungan?? Sehingga lebih
jauh mengkaji, menganalisis “manusia sebagai makhluk sosial”. Begitu pula
membahas social interaction, tentu melibatkan proses penyesuaian diri. Dr. W.A.
Gerungan, Dipl. Psych. (1986, 55) menulis; “penyesuaian diri dalam artinya yang
pertama disebut penyesuaian diri autoplastis (auto = sendiri, plastis =
dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua disebut penyesuaian diri
alloplastis (allo = yang lain).” Jadi , penyesuaian diri ada yang bersifat
“pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang sifatnya
”aktif”, dimana kita atau manusia
mempengaruhi lingkungan.
Dalam hal ini, mungkin individu yang satu
menyesuaikan diri secara autoplastis (mengubah diri sesuai lingkungannya)
kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi orang lain, misalnya
pengajian atau khotbah disini terjadi proses pengaruh – mempengaruhi antara
da’i dan mad’u dalam kelompok sosial. Maka dari itu interaksi sosial erat
kaitannya dengan dakwah.
Sedangkan ketika dirinya dipengaruhi orang lain,
atau sebaliknya mungkin ia dipengaruhi orang lain, maka terjadi proses
penyesuaian diri alloplastis (kegiatan yang dipengaruhi lingkungan sesuai
keadaan / keinginan). Misalnya ketika lingkungan itu mayoritas orang nya
berperilaku baik, maka seseorang itu akan mengubah keadaan dengan lingkungan
yang baik dan berperilaku baik, dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu lingkungan yang
positif akan berdampak positif juga bagi kita. Dan sebaliknya lingkungan yang
jelek atau negatif akan berdampak negatif juga bagi diri kita.
“ MANFAAT INTERAKSI SOSIAL & KAITANNYA
DENGAN DAKWAH “
Dari
beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dapat timbul berbagai
dampak dari interaksi timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak
positif maupun negatif adapun kaitannya dengan kajian dakwah adalah konsep silaturrahim
yang tercantum dalam al – Qur’an :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”( Qs.an –
Nisa )
Dengan
adanya silaturahim maka akan mempererat tali persaudaraan antara satu dan yang
lainnya, karena silaturahim juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjalin komunikasi yang baik, serta merupakan salah satu metode dalam dakwah
yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan kepada mad’u (yang didakwahi)
agar pesan dari da’i dapat terserap dengan baik, saat ini banyak sekali cara
yang dilakukan para da’i agar dapat berinteraksi langsung dengan mad’u nya,
selain itu juga dengan memperluas cakupan interaksi sang da’i juga bisa melebarkan
sayapnya untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam lebih luas lagi. Selain
memperluas ranah dakwah, silaturrahim juga merupakan cara yang paling efektif
dibanding cara yang lainnya karena dengan berinteraksi para mad’u bisa melihat
da’i itu secara langsung.
Kesimpulan
a.
Pengertian
interaksi
Interaksi adalah suatu bentuk hubungan antara dua
orang atau lebih dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang
lain. Melalui dorongan antar pribadi tersebut seseorang yang bersifat biologis
lambat laun berubah menjadi makhluk hidup atau pribadi, proses tersebut
berlangsung timbal balik, masing – masing bertindak dalam keseluruhan proses
yang mempengaruhi atau menyebabkan yang lain juga bertindak. Interaksi sosial
dengan demikian merupakan perilaku timbal balik, suatu perilaku dimana masing –
masing individu dalam proses itu mengharapkan dan menyesuaikan diri dengan
tindakan yang akan dilakukan orang lain.
Jadi jelslah bahwa di dalam proses interaksi itu
terdapat tindakan saling mempengaruhi antara satu individu dengan individu
lainnya, sehingga timbul lah kemungkinan – kemungkinan untuk saling mengubah
atau memperbaiki perilaku masing- masing secara timbal balik. Perubahan
demikian bisa terjadi secara disadari atau tidak sepenuhnya disadari, atau secara
perlahan – lahan. Di dalam hubungan interaksional inilah terjadi suatu proses
belajar – mengajar diantara manusia.
Di mana di dalam proses dakwah merupakan permulaan
yang fundamental bagi sukses nya dakwah itu. Tanpa adanya suatu proses belajar
– mengajar maka dakwah sulit memperoleh tempat di dalam hati manusia.
b.
Faktor
dasar interaksi
a.
Faktor imitasi
b.
Faktor sugesti
c.
Faktor identifikasi
d.
Faktor simpati
Daftar Pustaka
Arifin,
H.M, Psikologi
Dakwah, 1993, Jakarta : Bumi Aksara
Faizah
dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi
Dakwah, 2006, Jakarta : Prenada Media
Jumantoro,
Totok, Psikologi Dakwah dengan aspek –
aspek kejiwaan yang Qur’ani, 2001,
Jakarta
: Amzah
Kusuma,
Widjaja, Pengantar Psikologi , 1969,
Jakarta : Interaksara
Partowisastro,
Koestoer, Dinamika Psikologi Sosial, 1983, Jakarta Pusat : Erlangga
[1]. H.M. Arifin, Psikologi
Dakwah, Bumi aksara, Jakarta: 1993, Hal. 68-70
[2] .Drs. Widjaja kusuma, pengantar
psikologi , Interaksara, Jakarta: 1969, Hal. 606
[3] . Drs. Koestoer Partowisastro, Dinamika
Psikologi Sosial, Erlangga, Jakarta Pusat: 1983, Hal; 10 -11
[4] . Drs. Totok jumantoro, Psikologi
Dakwah dengan aspek – aspek kejiwaan yang qur’ani, Amzah, Jakarta: 2001,
Hal; 83-86
[5] . Faizah dan Lalu muchsin effendi, Psikologi Dakwah, Prenada media, Jakarta: 2006, Hal; 130-135
Langganan:
Postingan (Atom)