Rabu, 06 Maret 2013

ZAKAT DALAM PERSPEKTIF EKONOMI MIKRO ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Zakat merupakan ibadah pokok dalam bidang harta dan termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, dan juga menjadi salah satu bangunan dari agama Islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadis Nabi,[1] oleh karena itu keberadaannya bagi umat Islam adalah selain menjadi doktrin keagamaan (normative religius) yang mengikat dan bahkan dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang[2], juga disadari bahwa zakat mempunyai dimensi sosial ekonomi umat, yaitu sebagai salah satu instrumen untuk menanggulangi problema ekonomi umat Islam dan senantiasa menjadi tumpuan umat Islam dalam menanggulangi kemiskinan.
Keterkaitannya sebagai doktrin keagamaan, zakat merupakan instrumen manusia meraih kebajikan, dapat disebut orang baik, masuk barisan orang mukmin dan bertakwa serta dapat dibedakan dengan orang musyrik dan munafik[3]. Selain itu dalam Al-Quran juga dinyatakan bahwa tanpa zakat, seorang manusia tidak akan memperoleh rahmat dari Allah, tidak berhak memperoleh pertolongan dari Allah, dari RasulNya dan dari orang-orang beriman, dan tanpa zakat pula, seorang manusia tidak bisa memperoleh pembelaan dari Allah yang sudah dijanjikannya.[4]Sehingga Al Quran memberi apresiasi kepada manusia yang secara sungguh-sungguh membayar zakat[5].Dan sebaliknya, AlQuran memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya.[6]Demikian pentingnya zakat dalam Islam sehingga khalifah Abu Bakar bertekat memerangi orang-orang yang shalat tetapi tidak mau menunaikan zakat.[7]
Perintah menunaikan zakat mengandung hikmah bagi orang yang membayar zakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan[8].Dalam prespektif ekonomi, hikmah dari perintah membayar zakat bagi muzakki adalah agar mereka mengelola hartanya secara produktif. Zakat dengan tarif 2,5 % terhadap harta merupakan hukuman bagi pemilik harta agar tidak menyimpan harta benda mereka tanpa menggunakan atau menginvestasikannya di sektor produktif. Karena kalau tidak demikian, harta itu akan habis secara perlahan-lahan untuk membayar zakat. Untuk menghindari agar hartanya itu tidak habis untuk kewajiban membayar zakat, maka harta itu harus diinvestasikan seproduktif mungkin berdasarkan aturan ilahi. Seruan dan dorongan Islam agar umatnya senantiasa menggunakan harta secara produktif juga telah diberikan contoh oleh Khalifah Umar ibn Khattab ketika mengambil tanah milik Bilal ibn Rabbah di Kahaibar dekat Mekah yang dihadiahkan kepada Rasul Alah SAW, karena Bilal tidak memanfaatkan tanah tersebut dan membiarkan terlantar begitu saja.[9]
Selain itu juga masih dapat kita sangsikan bahwa dengan peningkatan produksi belum tentu dapat meningkatkan pendapatan, khususnya para pekerja.Lain halnya dengan konsep ekonomi Islam, dimana konsep produksi tidak semata-mata bermotif memaksimalkan keuntungan dunia tetapi lebih jauh dan penting adalah memaksimalkan keuntungan akhirat, dengan kata lain seseorang dapat berkompetisi dalam kebaikan untuk urusan dunia tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba mencapai kebaikan di akhirat. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Alquran dalam surat al Qashash ayat 77 :   
Artinya : Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Mengenai fungsi produksi, dalam konsep ekonomi Islam bahwa memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual dipasar melainkan juga mewujudkan fungsi sosial. Oleh karena itu kegiatan produksi dalam ekonomi Islam harus bergerak diatas dua garis optimalisasi, yaitu optimalisasi berfungsinya sumber daya insani kearah pencapaian kondisi full employment dan optimalisasi dalam hal memproduksi sesuatu yang halal dan bermanfaat bagi masyarakat[10],Target yang hendak dicapai secara bertahap dalam hal itu adalah kecukupan setiap individu, swasembada ekonomi umat dan kontribusi untuk mencukupi umat dan bangsa lain.
Terkait dengan pendistribusian zakat, seperti yang kita jelaskan diatas, akan menyebabkan naiknya jumlah permintaan terhadap barang-barang dan jasa kebutuhan mustahik, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri baru yang memproduksi barang atau jasa tersebut. Lahirnya industri baru ini akan membuka lapangan kerja baru yang dapat segera diisi oleh golongan masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya masih berstatus pengangguran.
Demikian latar belakang dari pembahasan makalah kami yang berjudul zakat dalam persepektif ekonomi mikro. Maka dari itu kami sebagai penulis akan merumuskan masalah dalam pembahasan makalah kami diantaranya adalah:
B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi zakat dan definisi ekonomi mikro ?
2.      Bagaimanakah Urgensi Dan Tujuan Zakat Di Lihat Dari Sudut Pandang Mikro Ekonomi Islam?
3.      Bagaimanakah Peranan Zakat Dalam Pembagian Konsumsi?
4.       Bagaimanakah Pengaruh zakat perniagaan dalam ekonomi mikro islam ?

C.   Tujuan
1.    Untuk mengetahui definisi zakat dan definisi ekonomi mikro .
2.    Untuk mengetahui urgensi dan tujuan zakat di lihat dari sudut pandang  mikro  ekonomi islam.
3.    Untuk mengetahui peran zakat dalam pembagian konsumsi
4.    Untuk mengetahui pengaruh zakat perniagaan dalam ekonomi mikro islam



BAB II
PEMBAHASAN

1.     Definisi zakat dan definisi ekonomi mikro.
Zakat menurut bahasa artinya adalah “berkembang” (an namaa`) atau “pensucian” (at tath-hiir). Adapun menurut syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan  pada harta-harta tertentu (haqqun muqaddarun yajibu fi amwalin mu’ayyanah).[11] Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman : “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”. (QS : At-Taubah : 103).
Teori Mikroekonomi
      Suatu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian dan isu pokok yang dianalisis adalah bagaimana caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan.
Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut mempengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).
Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah menganalisa pasar beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. Ekonomi mikro menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar.
Analisis dalam teori ekonomi mikro dibuat berdasarkan pemikiran bahwa
a. Kebutuhan dan keinginan manusia adalah tidak terbatas.
b. Kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas.
figure2-1
Gambar : Distribusi Sumber Daya[12]
2.     Urgensi Dan Tujuan Zakat Di Lihat Dari Sudut Pandang Mikro Ekonomi Islam
  Zakat  pada era emasnya merupakan instrumen fiskal negara yang berfungsi bukan hanya untuk mendistribusikan kesejahteraan umat secara lebih adil dan merata tetapi juga merupakan bagian integral akuntabilitas manusia kepada Allah SWT atas rezeki yang telah diberikan-Nya. Namun dalam era modern saat ini yang dikarenakan sistem pajak telah menjadi instrumen fiskal bagi suatu Negara menyebabkan zakat hanya menjadi representasi tanggung jawab umat manusia atas limpahan rezeki dari Allah SWT sekaligus tidak jarang hanya menjadi ritual budaya periodik umat Islam Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan. Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan menunjang hidup di akhirat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi.Ini merupakan seperangkat alternatif untuk mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan.Untuk itu perlu dibentuk lembaga-lembaga sosial Islam sebagai upaya untuk menanggulangi masalah social tersebut. Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha. Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk  pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridhadan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya.
Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap,meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan Lembaga Amil Zakat karena LAZ sebagai organisasi yang terpercaya untuk  pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri. Dengan berkembangnya usaha kecil menengah dengan modal berasal darizakat akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti angka pengangguran bisa dikurangi, berkurangnya angka pengangguran akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang ataupun jasa, meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan produksi, pertumbuhan sektor produksi inilah yang akan menjadi salah satu indikator adanya pertumbuhan ekonomi.Zakat dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk modal bagi usaha kecil. Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh dalam bidang ekonomi.Pengaruhzakat yang lainnya adalah terjadinya pembagian pendapatan secara adil kepada masyarakat Islam. Dengan kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu pemerintahdalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya ekonomi umat sesuai dengan misi-misi yang diembannya. Diantara misi-misi tersebut adalah:
a.       Misi pembangunan ekonomi dan bisnis yang berpedoman pada ukuranekonomi dan bisnis   yang lazim dan bersifat universal.
b.       Misi pelaksanaan etika bisnis dan hukum.
c.       Misi membangun kekuatan ekonomi untuk Islam, sehingga menjadisumber dana pendukung dakwah Islam.[13]

3.    Peranan Zakat Dalam Pembagian Konsumsi
Konsumsi merupakan alat untuk mencapai falah. Monzer khaf6 memperkenalkan final spending (FS) sebagai variabel standar konsumen muslim dalam melihat kepuasan optimum. Kahf mengikutkan variabel zakat sebagai variabel yang menjadi keharusan dalam sistem perekonomian islam. Khaf berasumsi bahwa zakat merupakan kewajiban bagi para muzakki (golongan yang hartanya mengenai nisab sehingga di wajibkan zakat atasnya).Dengan demikian zakat tidak masuk final spending.Final spending dalam seorang individu muslim dalam analisa dua periode menurut khaf adalah sebagai berikut:
FS = (Y-S) + (S-Sz)
FS = (Y-sY) + (sY-zsY), atau;
FS = Y(1-zs)
Di mana; FS = final spending, Y = pendapatan, S = total tabungan, s = presentase Y yang di tabung dan z = presentase zakat. Terlihat bagaimana korelasi negatif antara s dan FS, semakin tinggi s semakin kecil FS. Sehingga di dapatkan maksimum kepuasannya berdasarkan tingkat kekayaan dan jumlah pendapatan:
Max U = U (FS,s)
subject to; FS + S = Y dan DW = S z (W + S)
Di mana: U = kepuasan konsumen, W = Kekayaan konsumen dan D = time derivative (turunan waktu). Model di atas merupakan gambaran yang ada pada golongan muzakki.
Berdasarkan kemampuan ekonominya masyarakat dapat di bagi menjadi 3 golongan; pertama, golongan masyarakat pembayar zakat atau muzakki.Kedua, golongan penerima zakat atau mustahik.Ketiga golongan masyarakat non muzakki dan mustahik atau kita sebut sebagai middle income.
Golongan Muzakki:
FS = Y – S
FS = Cz – (Zy + In + Sh + Wf)
Di mana; Cz = total konsumsi golongan muzakki, Zy = zakat pendapatan, In = infak, Sh = Shadaqah, Wf = wakaf. Pada model di atas di asumsikan bahwa zakat bersumber dari pendapatan.Dapat di sebutkan bahwa para muzakki mampu untuk mengeluarkan zakat, infak-shadaqah, serta memberikan wakaf.
Golongan mustahik:
FS + S = Y S Mustahik = 0 dan Y = 0 atau Y < Co, maka
1. FS = Z Z = Co, atau;
2. Fs = Y + Z Y + Z = Co
Di mana: Co = konsumsi kebutuhan pokok, Y = pendapatan, Z = zakat yang di terima. Pada model pertama terlihat bahwa konsumsi sepenuhnya bersumber dari zakat.Artinya sumber konsumsi golongan mustahik ini termasuk kategori fakir, ibnussabil dan fisabilillah.Sedangkan pada golongan yang kedua meliputi mustahik kategori miskin karena belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga harus di penuhi oleh zakat.Pada kondisi ini final spending melebihi tingkat pendapatan.Menurut Imam Ghazali distribusi zakat hendaknya sebesar kebutuhan mustahik saja7.Artinya zakat yang di distribusikan pada golongan mustahik hendakya untuk kebutuhan primer.Jadi Final SpendingMustahik sebesar kebutuhannya.
Golongan Middle income:
FS = Y – S
FS = Cm + In + Sh
Di mana: Cm = total konsumsi golongan middle income, In = infak, Sh = shadaqah. Golongan Middle income ini dapat memenuhi kebutuhan primernya dan masih memiliki kemampuan untuk mengonsumsi barang sekunder.Meskipun begitu kekayaannya belum mencapai nisbah sehingga untuk mencapai final spendingnya golongan ini mengeluarkan shadaqah atau infak.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa zakat pada golongan muzakki akan mengurangi final spendingnya. Hal ini bertolak belakang dengan golongan mustahik di mana golongan ini mampu meningkatkan final spendingnya hingga sebatas untuk memenuhi kebutuhan primernya. Dengan demikian dapat di katakan bahwa zakat merupakan instrumen yang efektif dalam meningkatkan konsumsi masyarakat muslim dan salah satu cara untuk menumpuk dan meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat).
4.    Pengaruh zakat perniagaan dalam ekonomi mikro islam
Dikenakannya zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda di bandingkan dengan adanya pajak penjualan. Sebagaimana dalam konsep islam, zakat perniagaan dikenakan apabila teelah terpenuhi adanya dua hal yakni: nisab (batas minimal harta yang menjadi objek zakat, yakni setara 96 gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yakni satu tahun). Bila nisab dan haul telah terpenuhi maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Reveneu minus cost merupakan objek zakat perniagaan, yang berupa barang yang diperjualbelikan[14]. Adapun beberapa ulama yang berpendapat mengenai komponen biaya[15], sebagian berpendapat bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan yang berarti yang merupakan objek zakat adalah economic rent, namun sebagian yang lain berpendapat bahwa hanya biaya variabel saja yang boleh di perhitungkan berarti yang menjadi objek zakat adalah quasi rent atau producer surplus.

Namun sesungguhnya pendapat manapun yang digunakan atas objek zakat ini sebenarnya tidak memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti tidak ada pengaruh terhadap provit yang dihasilkan, dan pengenaan zakat perniagaan juga tidak memberikan pengaruh terhadap MC. Yang berarti tidak memberikan pengaruh pada kurva penawaran. Dimana upaya memaksimalkan profit berarti memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat yang harus dibayar. Jadi dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalkan zakat.  Sebagaimana kurva pengaruh zakat perniagaan terhadap laba.
Pada titik Q1, tingkat profit nihil karena pada tittik ini AR = ATC yang berarti TR=TC. Tingkat profift nihil ini di gambarkan oleh kurva profit 1 pada diagram bawah, yaitu titik Q1, pada garis horisontal sumbu X. Begitu pula ketija kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1. Pada titik Q1 ini tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya  kurva profit1 pada tingkat output Q1 juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC1=P, profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1, tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1,, pada diagram bawah yaitu titikQ1 pada titik Q1 pula tingkat zakat maksimal tercapai. Keadaan ini digambarkan dengan puncak kurva profit dan puncak kurva zakat yang terjadi pada titik Q1 pada diagram bawah.[16]







KESIMPULAN
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk  pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridhadan mengharap pahala dari Allah semata. zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh dalam bidang ekonomi. Pengaruhzakat yang lainnya adalah terjadinya pembagian pendapatan secara adil kepada masyarakat Islam.Bagi harta yang dikeluarkan zakatnya (obyek zakat), terutama adalah zakat dari harta perniagaan, hikmah yang terkandung di dalamnya adalah mendorong prilaku memaksimalkan keuntungan berjalan seiring dengan prilaku memaksimalkan zakat. Artinya jika seseorang produsen memaksimalkan keuntungannya maka pada saat yang bersamaan ia memaksimalkan besarnya zakat yang dibayarkan. Jadi pengenaan zakat perniagaan tidak berpengaruh terhadap kurva penawaran, tidak seperti pajak yang mengakibatkan komponen biaya meningkat[17]
Di sisi lain, yaitu jika kita membahas sisi pemanfaatan zakat untuk kegiatan produktif dari mustahik, dapat diduga bahwa zakat yang diberikan itu akan membuka peluang untuk dapat memproduksi sesuatu. Karena zakat yang disalurkan biasanya berbentuk qardhul hasan maka tidak ada biaya atas penggunaan zakat sebagai faktor produksi. Dengan demikian mustahik yang menjadi produsen dengan dana zakat produktif dapat menawarkan barang / jasa dengan biaya yang lebih kompetitif, akibatnya akan meningkatkan penawaran, artinya kurva penawaran akan bergeser ke bawah akibat dukungan dana zakat produktif tersebut[18]
Karena tujuan zakat secara ekonomi adalah untuk meningkatkan standar hidup para dhuafa dengan memberikan hak kepada mereka untuk memiliki apa yang mereka terima dari orang kaya, maka dengan penyaluran dana zakat kepada kaum dhuafa (mustahik) akan terjadi kenaikan pendapatannya, dan secara otomatis akan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang di jual di pasar (daya beli meningkat), artinya dengan penyaluran dana zakat tersebut akan menimbulkan New Demanderpotensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat, dan pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan yang ditimbulkan keadaan tersebut[19]Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perintah zakat, selain sebagai ibadah murni juga berdimensi ekonomi.
Terkait dengan timbulnya New Demanderakibat penyaluran dana zakat kepada mustahik, oleh produsen akan dimanfaatkan guna meningkatkan produksi. Untuk menganalisis tingkat produksi tersebut, dalam ilmu ekonomi dinyatakan dengan fungsi produksi yang menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi[20], yaitu yang secara matematis dinyatakan dalam bentuk rumus : Q = f (K,L,)
dimana:
K = Jumlah Modal
L = Jumlah Tenaga Kerja
Q = Jumlah Produksi Yang Dihasilkan

Dari rumus itu dapat dijelaskan bahwa K (modal) termasuk didalamnya adalah tanah, gedung, mesin-mesin dan persediaan, Sedangkan L (tanaga kerja) biasanya dibedakan menjadi tenaga kerja yang terampil dan tidak terampil. Faktor produksi tersebut sangat berpengaruh pada tingkat produk yang akan dihasilkan, jika tingkat produksi akan dinaikkan maka otomatis harus menaikkan komponen yang terdapat dalam faktor produksi tersebut.
Namun jika produsen mengambil keputusan ekonomi yaitu memaksimalkan keuntungan maka hal yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan produktifitas atau efisiensi ketika berproduksi, yaitu dengan menggunakan faktor produksi (input) yang terbatas namun mampu memproduksi jumlah barang atau jasa (output) yang banyak. Usaha yang demikian itu, yaitu meminimalkan biaya produksi dengan cara menekan harga input seperti mengeksploitasi hak pekerja dengan membayar gaji rendah dan menggunakan bahan mentah yang tidak berkualitas adalah tidak termasuk kategori kerja-kerja produktif menurut Islam. Sikap yang demikian itu sering berdampak merugikan pada proses produksi yang biasanya justru lebih banyak menimpa sekelompok masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen maupun sebagai bagian dari faktor produksi itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim,2002,  Ekonomi Mikro Islami,edisi ke I, cet. I, Jakarta :III T Indonesia.
Ali Yafie, 1994, Menggagas Fiqih Sosial Cet.II,,Mizan,Bandung.
Baqir al Hasani and Abbas Mirakhor (eds), 1989,Essays on Iqtisad: The Islamic Approach to Economic Problems,Silver Spring: Nur CorpnSalam,Riyadh.
Ibnu qudamah, 1984, Al-Mughnivol 2, maktabah tijariyah,makkah.
Mustafa Edwin Nasution (et.al),2007,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islamcet kedua,Kencana, Jakarta.
M. Laksono Tri Rochmawan, 2008, Diktat Pengantar Ekonomi Mikro, Anindyaaguna, semarang.
Qadir, Abdurachman. 2001. Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial.Cet. 2. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tati Suhartati Joesron dan M. Fathorrozi,2003,Teori Ekonomi Mikro, Salemba Empat, Jakarta.
Yusuf Qardawi,2007, Hukum Zakat, terj. Fiqhuz Zakat oleh :Salman Harun, Didin Hafiduddin dan Hasanuddin cet.x,Pustaka litera Antar Nusa, Bogor.



















[1]Lihat misalnya dalam Hadis Riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim (Riyadh : Darr el-Salam, 1419 H),hal.683.
[2]Ali Yafie, Menggagas Fiqs Sosial (Bandung:Mizan,1994), Cet.II, hal.231.
[3]Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, terj. Fiqhuz Zakat oleh :Salman Harun, Didin Hafiduddin dan Hasanuddin ( Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2007) cet.x,hal.69
[4]Q.S, 7 : 156, 5 : 55 – 56, 22 : 40 – 41 dan 22 : 55 - 56
[5]Q.S, 9 : 5, 11, 23 : 4
[6]Q.S, 9 : 34 - 35
[7]Abu Bakar Jaabir al Jazaari, Minhajul Muslim (Beirut : Daar el-Fikr,1976), hal.248.
[8]Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal.82.
[9]Muhammad ibn Ali bin Muhammad al Syaukani, Nayl al Awtar, Vol.III (Kairo: Mushthafa al babi al Halan,tt),h.127. Lihat juga Ibn Hajr al ‘Asqalani, Bulugh al Maram (Kairo: tt) Hadis nomor 784.
[10]Mustafa Edwin Nasution (et.al), Pengenalan Eksklusif ….hal.107
[11] Zallum, Abdul Qadim,1983, Al Amwal fi Daulatil Khilafah .  cetakan I, Darul Ilmi lil Malayin. Beirut, 147.
[12] M. Laksono Tri Rochmawan, 2008, Diktat Pengantar Ekonomi Mikro, Anindyaaguna, semarang, hal.5-6.
[13]Qadir, Abdurachman. 2001. Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial.Cet. 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
[14]Istilah fiqihnya ‘arudhul tijarah’.lihat misalnya ibnu qudamah. Al-Mughni, (makkah: maktabah tijariyah,1984) vol 2 hlm.623
[15]Lihat misalnya Baqir al Hasani and Abbas Mirakhor (eds). Essays on Iqtisad: The Islamic Approach to Economic Problems, (Silver Spring: Nur Corp, 1989).
[16]Adiwarman A. Karim, 2007, Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada,  jakarta. Hlm. 134-136.
[17]Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta :III T Indonesia, 2002), edisi ke I, cet. I hal. 108.
[18]Mustafa Edwin Nasution (et.al), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007 ), cet kedua, hal.96.
[19]Ibid. hal.50.
[20]Tati Suhartati Joesron dan M. Fathorrozi, Teori Ekonomi Mikro (Jakarta: Salemba Empat,2003), hal.100.

1 komentar:

  1. bagus sekali.. boleh coppas utk tugas saya? thanks

    BalasHapus