Kamis, 19 Mei 2011

Organizing dalam Perspektif Islam

oleh: ifa ratnasari

          Allah Swt Dzat Yang Maha Sempurna dalam penciptaan dan pengaturanya (Al Khaliq, Al Mudabbir) alam, manusia dan kehidupan. Dialah yang menciptakan sistem kehidupan ini tidak cacat dan tidak pula bathil sedikitpun. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an surat Ali ’Imran ayat 191: ”Rabbana ma khalaqta hadza baathila subhaanaka waqinaa ’adzaabannar (Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

          Dan, diantara kesempurnaan penciptaan-Nya adalah terciptanya sistem organisasi alam, manusia dan kehidupan (al kaun, al insan, al hayah). Terhadap penciptaan alam, demikian sempurnanya sistem tata surya, makro kosmos hingga mikro kosmos. Dalam tata surya, Allah Swt telah menciptakan sistem pengorganisasian yang luar biasa bagaimana ciptaan itu berstatus dan berperan sesuai garis edarnya masing-masing sehingga tidak bertabrakan. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Yasin ayat 38 yang artinya : “dan matahari berjalan di tempat peredaranya. Demikian ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.

          Demikian halnya terhadap penciptaan manusia, terdapat sebuah sistem yang demikian dahsyatnya. Tubuh sebagai suatu sistem tersusun dari sub-sistem anggota tubuh dengan super kerumitanya. Jika dalam diri manusia antar lain terdapat mata, hidung, telinga, kaki, syaraf, darah, otak, jantung, dsb...semuanya sebagai suatu sistem tubuh yang memiliki fungsi masing-masing dan terorganisasi secara sempurna hingga menghasilkan sosok manusia yang sempurna. Di sini, jika dicermati maka terdapat fungsi organizing sehingga menghasilkan output super sempurna tiada tara.

          Selanjutnya, ketika Allah Swt menciptakan realitas gharizah atau naluri dalam diri manusia sebagai makhluk sosial, maka ketika itu pula Allah Swt. melengkapi aturan main dalam bentuk syariah Islam. Dalam tataran implementatif, ketika manusia tercipta sebuah kebutuhan hidup dan dorongan bagaimana upaya pemenuhanya maka terjadilah interaksi sosial yang saling berperan. Di sinilah fungsi manajemen perilaku manusia secara naluriah akan dibutuhkan. Di sini berlakulah konsepsi Planning, Organizing, Actuiting, dan Controling.

Paradigma Syariah

          Ditinjau dari sisi manapun, Islam merupakan agama yang kamil (sempurna) dan syamil (menyeluruh), yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara professional. Allah Swt berfirman dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 208 : Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

          Bahkan dalam buku Nidlomul Islam dikatakan bahwa karakteristik Islam setidaknya ada tiga hal :  

يوافق الفطرة ويملاءالعقل القناعة والقلب طمأنينة

Yakni sesuai fitrah manusia, memuaskan akal pemikiran, dan menenangkan hati. Sementara itu, setiap ajaran dari luar Islam maka akan dijamin saling bertentangan (tanaqudl) satu sama lain, bertentangan dengan fitrah manusia, tidak dapat memuaskan akal, dan tidak dapat menenangkan hati.

          Itulah sebabnya dalam realitasnya Islam merupakan sebuah sistem ideologi (aqidah dan syariah) sempurna untuk mengatur manusia. Dan dalam realitasnya ideologi Islam senantiasa kontradiktif dengan ideologi selain Islam (ghairu Islam) yakni kapitalisme (raksumaliyah) ataupun sosialisme (isytirakiyah).

          Selanjutnya, untuk memastikan bahwa ideologi Islam berbeda dengan lainya adalah sederhana. Yakni setiap aspek kehidupan yang sesuai dengan prinsip Al Qur’an dan As Sunnah disebut Islami atau syar’ie. Namun jika sekecil apapun persoalan termasuk manajemen dan tata cara kehidupan yang tidak sesuai dengan Islam maka tidak dapat disebut Islami ataupun syar’ie. Hanya persoalanya, definisi tersebut suatu ketika masih bersifat umum, terutama jika seseorang diminta membedakan suatu ilmu sesuai syariah atau tidak.

          Untuk itu diterangkan dalam kitab Nidlomul Islam pada bab al Hadlarah Al Islamiyyah. Di sana terdapat dua konsepsi yakni  Hadlarah dan Madaniyah. Hadlarah adalah :

الحضارة هي المفاهيم عن الحيات , والمدنيية هي الآشكال المادية للآشياء المحسوس التى تستعمل فى شؤون الحياة.

Artinya : hadlarah adalah pemahaman tentang kehidupan. Sedangkan madaniyah adalah bentuk-bentuk sesuatu materi yang terindera yang digunakan dalam urusan kehidupan.

          Jadi berkaitan dengan definisi tersebut maka yang disebut hadlarah adalah pemahaman tentang aspek-aspek kehidupan, termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan (yang tidak terlihat) semisal ilmu manajemen, ekonomi, sosiologi, psikologi, dsb. Sementara madaniyah merupakan produk manusia yang kongrit dapat terlihat seperti peralatan dan barang-barang.

          Dalam Islam, hadlarah dan madaniyah boleh diambil selama hal tersebut tidak bertentangan dengan pemikiran hukum-hukum Islam. Namun jika sudah mengandung pemikiran dan value yang bertentangan dengan Islam maka ketika itu pula tidak dapat diambil. Dari kerangka ini akan memudahkan bagi setiap muslim untuk memastikan manakah yang boleh dan tidak boleh diambil. Sebagai contoh, produk pemikiran sistem manajemen termasuk Quality Management System (QMS) ISO 9001:2008 dan ISO 14001 tentang Environment Management System yang keduanya berasala dari barat maka boleh diambil. Kebolehan tersebut selama dalam seluruh klausul tidak ada yang bertentangan dengan Islam.

          Dengan demikian ketika ilmuwan muslim mengambil pemikiran teoritis yang berasal dari dunia barat semisal : manajemen akuntansi, sistem POAC, manajemen strategik, perilaku organisasi, dan perencanaan manajemen, statistika, dsb diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan Islam.

Mengapa Pengorganisasian

          Pengorganisasian atau organizing secara alamiah merupakan fase kedua (setelah planning) dari setiap sistem organisasi besar atau sekecil apapun. Dikatakan secara alamiah sebab fakta organizing tersebut secara logical ataupun factual berlaku dimanapun dan kapanpun walaupun dalam bentuk sederhana. Semua ini merupakan sistem penciptaan Allah Swt yang bersifat intangible (ada fakta sekalipun tidak bisa diraba). Kalaulah seandainya terdapat organisasi yang tidak menjalankan fungsi organizing (sekalipun terdapat planning yang komprehensif) maka tidak akan pernah berjalan atau berhasil secara optimal melainkan hanya unsur kebetulan.

          Disamping secara faktual, dalam tataran syariah dapat diambil dari nash Al Quran ataupun ketauladanan Rasulullah Saw dalam berperilaku. Secara nash, Allah swt berfirman dala Al Qur’an surat  ash-Shaff ayat 4 : Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

          Demikian halnya firman Allah Swt dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 71 :

Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

          Jadi, setidaknya dua ayat dari dua surat tersebut memberikan pelajaran bagi kaum muslimin terhadap urgensinya sebuah pengorganisasian untuk mencapai tujuan. Ayat tersebut turun dari Allah Dzat yang Maha Pencipta, Pengatur dan Maha Tahu sehingga memberikan pengajaran pada kaum muslim sebagai sebuah syariah kehidupan. Dan, realitasnya benar adanya tanpa organisasi maka apapun tidak akan berjalan, bahkan justru kegagalan.

          Bahkan dalam buku Manajemen Syariah dalam Praktek yang disusun oleh Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc dan Hendri Tanjung, S.Si., M.M) mengatakan  bahwa sahabat Ali Bin Abi Thalib menggambarkan bahwa kebatilan yang diorganisir dengan rapi akan dapat mengalahkan perkara yang haq namun tidak diorganisir dengan baik.

الحق بلا نظام يغلبه الباطل بنظام

          Demikian halnya, jika dicermati, Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan fungsi pengorganisasian dalam menjalankan aktivitas hidupnya, termasuk ad da’wah. Dalam sebuah kitab Ad Daulah Al Islamiyah terdapat bab antara lain : nuqthatul ibtidak, takatul ash shahabat, inthilaqud da’wah, tausi’ majalud da’wah, bai’atul ’aqabah al awwal, bai’atul ’aqabah stani, qiyamud da’watul Islamiyyah, binaul mujtama’, badaul qital, al hayah fil madinah, ghazwah badar, ghazwah khaibar, dsb. Semuanya itu dapat dilaksanakan dan berhasil dipastikan adanya sistem pengorganisaian yang sistematis.

          Selanjutnya, dalam urusan politik pemerintahan (riayah syuunil ummah), bagaimana Rasulullah Saw mengurus negara yang di dalamnya mengurus seluruh aspek kehidupan (sosial, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, dsb). Dalam kitab Ajhizah Daulah al Khilafah terdapat sistem organisasi struktur pemerintahan antara lain : al Khalifah, al mu’awin, wuzarut tanfidz, al wulat, al jihad, amirul jihad—dairatul harbiyyah, al amnud dakhily, al kharijiyah, ash-shina’ah, al qadlak, al jihazul idaary (mashalihunnas), al i’lam, majlis syura (ash-syura wal muhasabah).

          Sebenarnya sangat banyak literatur Islam yang menjelaskan kerangka manajemen pengorganisasian untuk fokus suatu urusan kehidupan. Diantara literatur lain adalah an Nidlomul Iqtishady Fil Islam, atau Al Amwal fid Daulatil Khilafah yang diterbitkan oleh Hizbut Tahrir (sebuah partai politik Islam Internasional yang concern dan konsisten berjuang mengembalikan Khilafah dan Syariah Islam sebagai ideologi dunia).

Pengertian Pengorganisasian

          Secara lughah atau bahasa, ”pengorganisasian” berasal dari kata ”organisasi” yang diserap dari bahasa inggeris. Sementara itu, organisasi dalam konteks bahasa arab sering disebut dengan istilah ”an-Nidzam” bentuk kalimat ismun marfu’un yang ma’rifat dengan penujukkan pasti sistem atau aturan.
          Sementara itu, dalam buku Pengantar Manajemen Syariah yang ditulis oleh M. Karebet Widjayakusuma dan M. Ismail Yusanto menguraikan pengertian organisasi sebagai berikut. Menurut Terry (1986), istilah pengorganisasian berasal dari kata organism (organisme) yang merupakan sebuah entitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan.
          Selanjutnya dikatakan bahwa menurut Kadarman, et.al. (1996) bahwa pengorganisasian pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai proses penetapan struktur peran-peran melalui penentuan aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan bagian-bagianya, pengelompokan aktivitas, penugasan kelompok-kelompok aktivitas kepada para manajer, pendelegasian wewenang untuk melaksanakanya, pengkoordinasian hubungan wewenang dan informasi, baik horisontal ataupun vertikal dalam struktur organisasi.
          Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pengorganisasian memiliki beberapa ciri-ciri pemahaman sebagai berikut. Sebuah entitas sistemik yang terdiri dari unsur-unsur (1); Antar unsur atau sub-sistem memiliki hubungan interelasional komprehensif (2); Adanya proses penetapan status jabatan dan peran (status and roles) (3); Adanya aktivitas yang interdependensi (4); Adanya tujuan yang menjadi target dan sasaran pencapaian (5); Adanya pengelompokan dan pembagian wewenang (6); Adanya struktur organisasi walaupun tidak tertulis (7); Adanya peraturan atau standar sebagai content atau substansi suatu pekerjaan tertentu.

Prinsip Pengorganisasian
          Dalam upaya memastikan bahwa organisasi memiliki sistem dan target pencapaian sasaran dan tujuan maka perlu difahami sejumlah prinsip. Dalam bukunya Pengantar Manajemen Syariah yang ditulis oleh M. Karebet Widjayakusuma mengatakan bahwa terdapat tujuh prinsip suatu organisasi sebagai berikut. Dengan hanya mengambil ketujuh pointer, kami mencoba mempertajamnya sebagai berikut.
Perumusan Tujuan. Organisasi harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai yang bersifat fokus, spesifik, terukur, target waktu, memiliki nilai manfaat di sisi Allah Swt. Dalam sebuah kitab Sur’atul Badihah dikatakan bahwa ciri seseorang yang berfikir serius (fikrun jiddiyyah) adalah ditetapkanya tujuan yang kongrit dan tergambar pasti (tashwirul maadah)
Kesatuan Arah. Organisasi harus memiliki konsistensi dan komitmen sejak dari pimpinan hingga anggota/bawahan. Pimpinan berkewajiban mengurus, mengarahkan, melindungi, dsb. Sementara anggota/bawahan wajib mendengarkan dan mentaatinya. Hal ini sebagaimana kepemimpinan Rasulullah Saw dan para Khulafaurrasyidin. Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa : Sesungguhnya pimpinan adalah laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR. Muslim). 
          Bahkan terdapat hadits lain yang mengatakan : Siapa saja yang telah membaiat seseorang imam/khalifah serta telah memberikan genggaman tanganya dan buah hatinya, maka hendaknya ia mentaatinya sesuai kemampuanya. Lalu jika datang orang yang hendak merebut kekuasaanya, maka penggalah leher (bunuhlah) orang itu (HR.Muslim)
          Jadi, pengorganisasian akan berjalan lancar jika adanya prinsip komitmen dan konsistensi dan sama-sama taan asas baik pimpinan ataupun anggota.

Pembagian Kerja

          Organisasi dapat berjalan jika terdapat kejelasan dalam struktur organisasinya dan job deskripsinya. Prinsip ini sudah ada sejak zaman para Nabi terdahulu termasuk Rasulullah Muhammad Saw. hingga saat ini. Bahkan dalam Al Qur’an surat az-Zuhruf ayat 32 Allah Swt berfirman :Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
          Dalam sebuah kitab Ajhizah Daulah Khilafah dikatakan bahwa Rasulullah Saw telah menetapkan struktur organisasi untuk menentukan penempatan SDM dengan jabatan dan pembagian pekerjaan. Dikatakan dalam kitab tersebut bahwa Rasulullah Saw telah mengangkat sahabat Abu Bakar untuk mengurus ibadah haji. Sementara Sahabat Umar diangkat Rasul untuk menarik zakat.
          Fenomena tersebut sudah merupakan bentuk manajemen SDM bagaimana Rasulullah mengangkat SDM yang kredibel sesuai soft kompetensinya, dan menetapkan jabaran pekerjaanya. Jika dibandingkan dengan sistem manajemen di abad 21 ini bentuk struktur, job deskrips, job analisis, dst didokumentasikan. Hal ini sebagaimana prinsip dalam Sistem Manajemen Mutu yang menyatakan ”Write What You Do, and Do What You Write / Tulis Apa yang Anda Lakukan, dan Lakukan Apa yang Anda Tulis”. 

Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab
          Organisasi dapat mencapai target dan sasaran  jika berjalanya fungsi pendelegasian wewenang. Dalam konsepsi Islam terdapat pemikiran yang sangat cerdas, dimana ketika seseorang diangkat menjadi pemimpin maka pada hukum asalnya (ashluhu) dia bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap uraian pekerjaan yang telah diamanhkanya, sejak dari hulu hingga hilir, termasuk menetapkan kebijakan hingga peran office boy.
          Hanya persoalanya, jika seorang pemimpin tersebut tidak mampu menjalankan amanahnya yang demikian besar, maka ia memiliki wewenang untuk mendelegasikan kepada seseorang melaksanakan fungsi suatu pekerjaan hingga tuntas. Dalam konteks ini terdapat hadits yang sanagt populer dimana Rasulullah Saw mendelegasikan wewenang pemerintahanya dengan mengangkat sahabat Muadz Bin Jabal menjadi wali (setingkat gubernur) di kota Yaman.

          Fakta tersebut dapat dijadikan istinbath hukum bagaimana sistem manajemen dilakukan terutama dalam hal pendelegasian wewenang dan tanggung jawab seorang pemimpin. 

Koordinasi
          Oraganisasi dapat berjalan efektif jika terdapat fungsi koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam sistem ataupun dengan pihak di luar sistem. Hal ini sangat wajar, sebab realitas organisasi hampir dipastikan terdapat struktur lini yang memiliki persamaan level. Mereka harus menjadil kerjasama untuk mencapai tujuan. Misalnya, General Manager dapat sukses jika seluruh manajer di bawahnya bergerak saling mendukung, mislanya manajer pemasaran, produksi, logistik, dsb. Jika terdapat satu manajer yang menghalangi koordinasi maka gagal seluruh target organisasi.

Rentang Manajemen
          Organisasi dapat berjalan sukses jika penempatan tanggung jawab terhadap timnya secara terukur. Misalnya, seorang supervisor hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan 10 orang di bawahnya. Prinsip ini sangat logis sebab manusia memiliki keterbatasan kompetensinya.

Tingkat Pengawasan
          Organisasi dapat efektif jika terdapat mekanisme controling atau pengawasan yang disusun dan dijalankan secara konsisten. Banyak pekerjaan menjadi gagal jika monitoring lemah. Dalam pandangan Islam, pimpinan memiliki wewenang penuh terhadap fungsi monitoring dengan berbagai metode dan tekniknya. Pada era kekhilafahan Islam, kepala negara acapkali melakukan sidak ke lapangan untuk memastikan efektifitas pendelegasianya. Hal ini berpijak pada hadits shohih yang mengatakan bahwa ”setiap kamu adalah pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinanya”.
          Hal ini berbeda sekali dengan sistem di luar syariah Islam, dimana monitoring hanya dilaksanakan secara formalitas. Kalaulah pimpinan melakukan sidak atau inspeksi mendadak hampir dipastikan adanya pembocoran terlebih dahulu di palangan agar citra pejabat tersebut tetap baik dimata publik, bukan dalam pandangan Allah Swt.


Struktur dan Bentuk Organisasi

          Sebagaimana dikatakan di atas bahwa Islam sangat mengajarkan adanya kepastian struktur organisasi sebagai mana tercantum dalam Al Qur’an surat az-Zukhruf ayat 32 : Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
          Dengan adanya struktur organisasi maka sistem sosial akan berjalan secara lancar. Dapat dibayangkan jika Allah tidak memperkenalkan dan mengajarkan struktur organisasi pada manusia maka kehidupan menjadi tidak dinamis. Wallahu a’lam. Hanya saja secara kaidah fakta, struktur organisasi yang membuat dunia dinamis dan bergerak maju. Andaikan di tengah organisasi yang didirikan semua mengklaim menjadi pimpinan, atau sebaliknya jika seluruhnya  menyatakan dirinya hanya sebagai karyawan yang dipimpin maka dijamin organisasi tersebut tidak akan pernah berjalan.
          Hanya bagaimanakah struktur organisasi perusahaan yang tepat, maka dalam pandangan Islam adalah sangat tergantung para founders-nya. Apakah organisasi tersebut akan memilik struktur organisasi dalam bentuk : Organisasi Lini (Line Organization); Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization); Organisasi Lini dan Fungsional (Line and Function Organization); Organisasi Matriks (Matrix Organization).
          Kiranya pemilihan model struktur organisasi tersebut adalah perkara mubah yang boleh diambil sesuai keyakinanya pada founders-nya. Hanya rambu-rambu syariahnya secara global yang perlu menjadi acuan. Sebab Rasulullah Saw ketika ditanya seseorang tentang bagaimana cara mengkawinkan kurma, beliau hanya menjawab : antum a’lamu bi umuriddunyakum (kalian lebih mengetahui dengan urusan duniamu).
          Setelah adanya struktur organisasi, pada umumnya pihak pimpinan atau manajemen SDM akan menentukan job deskripsi ataupun lainya. Atau, dalam hal ini lebih luas menyangkut dunia manajemen SDM antara lain : menentukan job analysis, job specification, assessment performance, placement, training and development,  promosi, demosi, system penggajian, dsb. Persoalan manajemen SDM tersebut dilakukan dengan prinsip ilmu dan seni atau Science and Art sepanjang sesuai rambu-rambu syariah. Misalnya, dalam masalah penggajian dikatakan dalam hadits berikan upahnya sebelum kering keringatnya. Sementara dalam organisasi kapitalis, acapkali karyawan tidak dibayar sebab uang kantor masih dipakai membeli asset. Inilah yang membedakan dengan sistem manajemen selain Islam yang acapkali hanya mengacu hawa nafsu semata.

Pensikapan Dinamika dalam Organisasi
          Dalam buku Manajemen Syariah dalan Praktek yang ditulis oleh Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc dan Hendri Tanjung, S.Si., M.M. dengan cerdas mengatakan bahwa rujukan sistem manajemen syariah adalah mengacu pada hukum yang lima (ahkamul khamsah) yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Istinbath tersebut merupakan pemikiran cemerlang dalam Islam, yang tidak pernah ditemukan pada system manajemen syariah kapitalis ataupun sosialis.
          Sementara itu secara fakta, seiring dinamika perubahan tata dunia moderen akan menuntut adaptasi perubahan suatu organisasi yang ketika itu dinilai mapan. Menghadapi hal tersebut maka seorang pimpinan organisasi yang berbasis syariah akan menempatkan sikap perubahan dengan merujuk pada hukum yang lima tersebut. Dalam hal ini pimpinan akan mengkaji persoalan mana yang boleh berubah dan mana yang tidak akan dirubah. Jadi pimpinan  akan bersikap itsbatu syaiin ‘ala syai’in based aqidah wa syariah Islamiyah.
          Memang betul terdapat ayat Al Qur’an surat ar-Ra’d ayat 11 Allah Swt berfirman sebagai berikut :Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan.
            Namun demikian, seorang pimpinan organisasi yang berpijak pada syariah Islam akan menempatkan hokum lima sebagai panglima. Hal ini diapat dimisalkan : bahwa dengan maraknya sistem bisnis global yang berbasil jual beli saham haram, maka manajemen tidak akan pernah mengikuti arus tersebut. Demikian halnya ketika saat ini instrument kantor menuntut menggunakan IT berupa jaringan internet maka hal tersebut akan diadaptasi. Dengan demikian organisasi akan sukses bersama syariah Al Islamiyah. Wallahu A’lam Bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar